telusur.co.id - Status kepesertaan JKN aktif merupakan hal yang sangat penting bagi peserta JKN karena menjadi syarat utama untuk dapat mengakses berbagai layanan kesehatan yang dijamin dalam Program JKN.
Dengan status kepesertaan aktif, peserta dapat memperoleh pelayanan kesehatan mulai dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama seperti puskesmas atau klinik, hingga pelayanan lanjutan di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) sesuai dengan indikasi medis dan rujukan yang berlaku.
Hal ini selalu ditegaskan oleh Afifah Zery Afrilia (26), petugas Pemberi Informasi dan Penanganan Pengaduan (PIPP) di RSUD Eka Candrarini.
“Kepesertaan aktif juga memberikan rasa aman dan tenang bagi peserta JKN, khususnya saat menghadapi kondisi darurat atau penyakit yang memerlukan penanganan segera. Oleh karena itu, peserta diimbau untuk rutin membayar iuran tepat waktu dan memastikan tidak memiliki tunggakan, agar hak atas layanan kesehatan tetap terjamin dan tidak menimbulkan denda pelayanan saat setelah rawat inap di rumah sakit,” tandas Afifah. Rabu, (02/7/2025)
Peserta JKN dengan status kepesertaan nonaktif dapat melakukan pembayaran melalui kanal pembayaran resmi yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan tanpa dikenakan denda iuran akibat keterlambatan.
Namun, keterlambatan pembayaran iuran dapat berdampak pada pengenaan denda pelayanan di fasilitas kesehatan. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, denda pelayanan hanya berlaku untuk pelayanan rawat inap.
“Apabila peserta memiliki tunggakan iuran, status kepesertaan akan otomatis menjadi nonaktif, sehingga diperlukan pelunasan tunggakan agar status kepesertaan dapat aktif kembali. Namun, jika peserta datang ke rumah sakit dan berdasarkan hasil pemeriksaan memerlukan rawat inap, serta masih berada dalam masa 45 hari sejak tanggal pelunasan iuran, maka akan dikenakan denda pelayanan rawat inap. Denda tersebut tidak berlaku apabila peserta hanya menjalani rawat jalan,” papar Afifah.
Afifah menyampaikan bahwa di RSUD Eka Candrarini telah tersedia loket penanganan pengaduan dan pemberian informasi. Bagi peserta JKN yang membutuhkan informasi dan pengaduan dapat mendatangi petugas di loket tersebut.
Sementara itu, untuk mempermudah pendokumentasian terkait pengurusan denda, petugas rumah sakit dapat memanfaatkan aplikasi Saluran Informasi dan Permintaan Informasi (SIPP).
“Pada saat rawat inap, petugas rumah sakit akan memberitahukan apabila peserta dikenakan denda pelayanan. Selanjutnya, peserta dapat langsung menuju loket pengaduan dan pemberian informasi. Petugas akan menghitung besaran denda pelayanan rawat inap berdasarkan diagnosis awal yang telah ditetapkan oleh dokter penanggung jawab.
Setelah itu, peserta yang masih memiliki tunggakan iuran dapat melunasinya sekaligus membayar denda pelayanan rawat inap melalui kanal-kanal pembayaran yang tersedia. Setelah pembayaran dilakukan, bukti pembayaran diserahkan kembali kepada petugas di loket,” terang Afifah.
Perhitungan besaran denda pelayanan rawai inap sebesar lima persen dari perkiraan biaya paket INA CBGs berdasarkan diagnosa atau prosedur awal dikalikan jumlah bulan tertunggak. Jumlah bulan tertunggak yang dihitung maksimal adalah 12 bulan serta besar denda maksimal Rp 30 juta.
Ketentuan ini bertujuan untuk memberikan keadilan dan kepastian bagi peserta JKN, sekaligus mendorong peserta agar membayar iuran secara rutin dan tepat waktu. Dengan begitu, peserta dapat terus menikmati manfaat layanan kesehatan tanpa kendala administratif akibat keterlambatan pembayaran.
“Bagi peserta JKN yang sedang menjalani pengobatan di rumah sakit, apabila memerlukan informasi atau ingin menyampaikan keluhan, dapat langsung menghubungi petugas pemberi informasi dan penanganan pengaduan, atau melapor kepada petugas BPJS Satu yang bertugas di rumah sakit. Untuk menghindari keterlambatan pembayaran iuran, peserta JKN disarankan mendaftarkan autodebet melalui berbagai kanal perbankan. Melalui autodebet, iuran akan otomatis terpotong setiap bulan pada tanggal yang telah ditentukan, sehingga status kepesertaan tetap aktif dan peserta terhindar dari risiko denda pelayanan akibat keterlambatan pembayaran,” tutup Afifah. (rn/md/ari)