Hukum Waris Masyarakat Adat Banjar - Telusur

Hukum Waris Masyarakat Adat Banjar

Dosen dari Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin, Dr. Gusti Muzainah (FOTO :IST)

telusur.co.id -Masyarakat Banjar menerapkan hukum waris adat Banjar dalam pembagian warisan dari orang tua atau pewaris. Hukum waris adat Banjar mengandung huku agama, khususnya Islam.

Dosen dari Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin, Dr. Gusti Muzainah, S.H., M.H., menyampaikan, hukum adat waris masyarakat Banjar mengandung unsur agama Islam karena kaitannya dengan sejarah Kerajaan Daha.

"Penekanan karakter Islam dalam membahas hukum adat Banjar, berati memasuki pembahasan hubungan hukum adat dengan hukum agama, khususya Islam," kata Gusti dalam webinar bertajuk "Hukum Waris" edisi ketiga gelaran Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Indonesia, pada Sabtu (20/2/2021).

Menurut Gusti,  dalam keterangan yang diterima,  proses pembagian warisan bisa dilakukan dalam 2 tahap. Pertama, sebelum pewaris meninggal dunia. Dalam pembagian ini, ada 3 jenis, yakni dibari (hibah), amanat (wasiat), dan hibah wasiat.

"Dalam proses penghibahan ini tidak ditemui norma yang pasti, yang menjadi tolok ukur hanyalah asas 'kepatutan' atau asas keadilan yang ada dalam benak pewaris," ujarnya.

Dalam prosesnya, ini melibatkan tokoh masyarakat, seperti tokoh agama (tuan guru), dan lainnya. Kehadiran mereka sangat berperan dalam mengimplementasikan asas kepatutan dan keadilan.

"Pembagian warisan sebelum pewaris meninggal dunia tujuannya agar para ahli waris tidak terjadi perselisihan dalam pembagian warisan," ujarnya.

Kedua, pembagian setelah pewaris meninggal dunia. Harta warisan dibagikan setelah kewajiban pewaris terpenuhi,? di antaranya utang, upacara atau ritual penyelenggaraan kematian perwaris, dan wasiat atau amanah pewaris.

"Pembagian warisan ada berbagai variasi, ada sebagian yang membagikan setelah 40 hari kematian, 100 hari setelah kematian, dan ada pula sebagian masyarakat yang tidak mlakukan pembagian warisan," ungkapnya.

Harta warisan yang tidak terbagikan tersebut menimbullkan persoalan untuk menentukan siapa yang akan menguasai harta tersebut. Masyarakat Banjar menyelesaikannya melalui musyawarah atau islah.

Gusti mengungkapkan, biasanya harta warisan itu penguasaannya diserahkan kepada salah satu orang tua yang masih hidup, baik suami (ayah) atau istri (ibu), atau kepada anak tertua.

Adapun harta warisan yang tidak terbagi itu biasanya harta yang dipersiapkan untuk membiayai sejumlah upacara atau ritual dalam memperingati hari meninggalnya pewaris yang disebut bahaul.

"[Harta waris yang tidak terbagi] itu juga karena keengganan ahli waris untuk membagi kalau salah satu orang tua masih hidup," katanya.

Adapun pola pembagian warisan pada masyarakat Banjar, lanjut Gusti, yakni dilaksankan secara musyawarah (islah). Pembagiannya dalam keadaan damai dan tidak terjadi sengketa. Bila ada sengketa dalam pembagian, para pihak mengajukan ke Pengadilan Agama.

"Sebelum harta warisan dibagi, terlebih dahulu diklarifikasi harta bersama dari pihak pewaris. Harta bersama itu dibagi sama rata. Harta bagian dari bagian harta bersama yang meninggal dunia saja yang dijadikan harta warisan," katanya.

Dalam pembagiannya menerapkan pola fara'id islah, yakni menurut hukum waris Islam. Setelah itu, pembagiannya dengan cara musyawarah mufakat (islah).

Pada islah ini, sangat memperhatikan dan mempertimbangkan manfaat dari harta warisan. Kondisi ahli waris dari segi ekonomi dan kontribusi ahli waris kepada pewaris menjadi faktor penentu pada besar kecilnya warisan.

"Pembagian harta warisan yang diterima bisa sama, bisa tidak, bersifat fleksibel. Ahli waris laki-laki, ahli waris perempuan setelah melakukan 'islah'?, bagiannya tergantung dari hasil muasyawarah," kata Gusti.

Pembagian dengan cara islah dianggap sudah sesuai dengan hukum Islam, karena pada dasarnya mereka secara umum sudah mengetahui bahwa bagian laki-laki lebih banyak daripada perempuan. "Laki-laki 2 bagian, perempuan 1 bagian," katanya.

Pembagian warisan dalam tradisi masyarakat Banjar juga memperhatikan sistem kekerabatan yang berlaku. Adapun sistem kekerabatan yang dianut yakni parental atau bilateral.(fir


Tinggalkan Komentar