telusur.co.id - Kepala Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Muhammad Mufti Mubarok mengungkapkan, lembaga yang dipimpinnya saat ini tengah menghadapi kesulitan serius akibat pemotongan anggaran yang drastis.
Dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi VI DPR RI, Mufti menuturkan bahwa kondisi internal BPKN yang semakin terjepit oleh alokasi dana yang terus menurun setiap tahun. Pemangkasan anggaran ini berdampak langsung pada pelayanan yang diberikan BPKN kepada masyarakat.
Mufti mengungkapkan bahwa beberapa pegawai BPKN terpaksa meminjam uang dari pinjaman online (pinjol) demi bisa bertahan hidup dan memberikan pelayanan yang optimal. "Rekan-rekan kami yang harus mengirim surat sering kali terpaksa meminjam dari pinjol. Meskipun ini terdengar ekstrem, kami berusaha memberikan pelayanan terbaik meski dalam keterbatasan," ujar Mufti dengan nada penuh emosi.
Kendala Anggaran, BPKN Tetap Layani Pengaduan Masyarakat
Meski menghadapi kendala anggaran, BPKN tetap berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Berdasarkan laporan Mufti, pada tahun 2024 BPKN menerima sebanyak 1.802 pengaduan. Bahkan, dalam dua bulan pertama tahun 2025, hampir 100 laporan telah diterima, dengan isu yang beragam, mulai dari produk skincare ilegal hingga permasalahan distribusi LPG dan konser.
"Meski anggaran terbatas, kami berusaha tetap hadir dengan cara kami. Kami turun langsung ke lapangan untuk menangani masalah yang dihadapi masyarakat," jelas Mufti.
Selain itu, Mufti juga menambahkan bahwa pihaknya tengah berupaya agar tenaga Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di BPKN dapat bergabung dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan alokasi anggaran untuk BPKN yang selama ini sangat bergantung pada kementerian induk.
Anggaran 2025 Terpangkas 73%, BPKN Bertahan dengan Cara Sendiri
Pada tahun 2025, BPKN hanya menerima alokasi anggaran sebesar Rp2,3 miliar, setelah pemangkasan signifikan dari anggaran yang sebelumnya disetujui sebesar Rp8,9 miliar. Anggaran yang menurun tajam ini memaksa BPKN untuk berpikir kreatif agar tetap bisa menjalankan tugasnya meskipun dengan sumber daya yang terbatas.
"Kami tetap bersyukur karena masih ada anggaran, meskipun hanya cukup untuk honorarium pegawai," ujar Mufti, sambil mengungkapkan bahwa pemangkasan anggaran yang mencapai 73% menjadi tantangan besar bagi lembaga ini.
Harapan BPKN untuk Solusi dari Pemerintah
Mufti berharap agar pemerintah segera menemukan solusi untuk memastikan BPKN tetap dapat menjalankan tugasnya sesuai amanat Undang-Undang dalam melindungi hak-hak konsumen. "Pelayanan kami tidak berhenti, meskipun kami terpaksa menggunakan cara yang tidak biasa. Negara harus hadir sesuai dengan amanat Undang-Undang. Kami akan terus berupaya semaksimal mungkin, bahkan jika itu berarti membeli minuman sendiri untuk di kantor," ungkap Mufti.
Dengan anggaran yang semakin menipis, Mufti berharap ada perhatian lebih dari pemerintah untuk memperbaiki situasi yang dihadapi oleh BPKN, sehingga lembaga ini dapat terus menjalankan fungsinya dengan lebih optimal.[iis]
Imbas Pemotongan Anggaran BPKN, Pegawai Terpaksa Pinjam Pinjol Demi Layanan Publik

Raker komisi VI dengan Menteri BUMN, Menteri Perdagangan, Kepala BPKN, Kepala KPPU. Foto: telusur.co.id