Jangan Abai, DPR Harus Awasi Secara Ketat Penempatan Dana Rp200 Triliun di Himbara - Telusur

Jangan Abai, DPR Harus Awasi Secara Ketat Penempatan Dana Rp200 Triliun di Himbara


telusur.co.id -  Ketua Majelis Pertimbangan Pusat PKS Mulyanto meminta DPR tidak menganggap sepele kebijakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menempatkan dana Pemerintah sebesar Rp200 triliun di bank-bank BUMN (Himbara). Kebijakan tersebut, semestinya dikaji secara seksama baik secara pertimbangan hukum, ekonomi maupun risikonya. 

"Kebijakan sebesar ini tidak bisa hanya dilihat dari sisi teknis manajemen kas, melainkan juga dari aspek konstitusional, transparansi, dan akuntabilitas politik, tegas Mulyanto, Rabu (17/9/2025) 

Mulyanto menilai, penempatan dana dengan nilai yang luar biasa besar, setara hampir 10% belanja rutin APBN, membutuhkan perencanaan dan pengawasan yang ketat. 

Mantan Anggota DPR ini mengingatkan, fungsi DPR bukan hanya budgeting tetapi juga controlling. Pengawasan politik DPR harus diperkuat agar dana publik ini tidak berubah menjadi instrumen yang rawan disalahgunakan.

Mulyanto menambahkan, keterlibatan DPR dalam kasus penempatan dana Rp200 Triliun di Himbara, sangat penting dan strategis untuk memastikan dana tersebut tepat sasaran dan tidak diselewengkan untuk tujuan politik kekuasaan.

"Jika DPR abai, publik bisa melihat dana Rp 200 triliun ini sebagai “cek kosong” untuk Pemerintah menggunakan dana negara tanpa kontrol legislatif," ungkapnya. 

Sebaliknya, lanjut Mulyanto, jika DPR aktif mengawasi dan dilibatkan sejak awal, maka hal tersebut akan memperkuat legitimasi kebijakan penempatan dana super besar tersebut dan menurunkan risiko politisasi.

“Pemerintah harus menyampaikan secara resmi daftar lengkap kepada DPR detail penempatan dana tersebut, baik bank penerima, tenor, bunga atau imbal hasil, serta sektor kredit yang dituju,” jelasnya.

Mulyanto menyebut, aspek transparansi dan upaya pencegahan politisasi APBN sangat penting, agar dana rakyat tidak dialirkan ke lembaga yang rawan disalahgunakan, seperti koperasi atau entitas bisnis-politik tertentu. Risiko hilangnya dana APBN dan politisasi harus dicegah sejak awal.

“Dana sebesar Rp200 triliun tidak boleh menjadi “uang menganggur” atau bahkan tersalurkan ke lembaga yang berpotensi dipolitisasi," ucapnya. 

Untuk itu, DPR harus memastikan dana tidak dialirkan ke entitas yang tak jelas governance-nya, seperti koperasi atau kelompok usaha tertentu yang rawan konflik kepentingan. Apalagi ada desakan dari beberapa pihak, agar dana Rp 200 triliun tersebut juga dialirkan ke Koperasi Merah Putih, yang tidak punya rekam jejak kuat dalam manajemen keuangan.

DPR juga dapat meminta BPK untuk melakukan audit sejak sekarang (on progress), bukan hanya setelah tahun anggaran berakhir (post audit). Laporan berkala setiap triwulan wajib disampaikan kepada DPR dan publik. 

Dana Rp200 triliun adalah uang rakyat yang tidak sedikit. Karenanya, DPR mesti menjalankan fungsinya secara penuh: mengawasi, mengontrol, dan memastikan setiap rupiah uang rakyat dikelola dengan benar. Tanpa kontrol DPR, kebijakan ini berpotensi menjadi preseden berbahaya dalam tata kelola keuangan negara,” tegasnya.[Nug] 


Tinggalkan Komentar