telusur.co.id - Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi berharap Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan mengenai sistem pemilu tertutup. Sebab, jika menggunakan sistem tertutup, maka, demokrasi kembali ke zaman primitif.
"Tuntutan dari para pihak itu justru kembali ke zaman pemilu yang primitif, tidak ada nama caleg yang berdasarkan nomor urut, tetapi hanya mencoblos tanda gambar partai politik saja," ujar Viva Yoga dalam keterangannya, Selasa.
Sangat tidak masuk akal dan sifatnya ahistoris bagi pembangunan demokrasi jika MK mengabulkan gugatan tersebut.
Lebih lanjut Viva mengatakan jika yang menjadi dasar penggugat adalah pasal 22 E ayat 3 UUD RI 1945 bahwa peserta pemilu untuk memilih anggota DPR RI dan anggota DPRD adalah partai politik, kan di pasal 22 E ayat 6 sudah jelas dinyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut tentang pemilu diatur dengan Undang-Undang.
Nah, sudah ada di Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, tentang sistem pemilu harusnya masuk ke ranah open legal policy.
Dan bagi masyarakat pemilih, sistem ini dapat diterima dengan baik. Menegakkan kedaulatan rakyat melalui pemilu tidaklah mudah dan ringan.
Makanya dibentuk lembaga penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, dan DKPP) yang bertanggungjawab atas pelaksanaan pemilu yang luber, jurdil, berkualitas, dan berintegritas.
"Sudah tiga kali pemilu memakai suara terbanyak rasanya cukup bagi KPU sekarang untuk lebih tangguh, handal, dan kuat karena memiliki pengalaman empiris agar dapat menyelenggarakan pemilu lebih baik dan berkualitas lagi," katanya. [ham]