Kader Gerindra Dibalik Ekspor Benih Lobster, Pengamat: Kongkalikong Parpol Cari Sumber Finansial - Telusur

Kader Gerindra Dibalik Ekspor Benih Lobster, Pengamat: Kongkalikong Parpol Cari Sumber Finansial


telusur.co.id - Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun menilai, beberapa politisi yang mendapatkan jatah kuota ekspor benih lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui perusahaan yang mereka milikinya, menunjukan bahwa relasi politisi dan pebisnis masih sangat kuat di Indonesia. 

"Ada semacam kongkalingkong antara oligarki partai politik dengan oligarki ekonomi. Pola seperti itu sebenarnya pola lama dan diduga terjadi juga di semua partai politik di Indonesia," kata Ubedilah kepada wartawan, Senin (6/7/20).

Menurut Ubed, itu, semua karena politik berbiaya mahal. Sehingga kebutuhan biaya politik yang tinggi mendorong politisi berbisnis dan memanfaatkan akses peluang bisnis ke menteri yang berasal atau berafiliasi dengan partai politik tersebut.

"Pola ini tidak akan hilang sebelum ada undang-undang yang melarangnya. Tetapi secara moral politik itu pelanggaran etik, ada semacam kemungkinan abuse of power, penyalahgunaan kekuasaan dari sang Menteri yang berasal dari partai politik," ungkapnya.

Terkait dugaan orang-orang Gerindra yang berbisnis dan mendapat proyek dari Kementrian KKP sebagai perusahaan ekspor benih lobster, menurut Ubed, itu juga masuk sebagai problem oligarki politik dan oligarki ekonomi.

"Politik aji mumpung atau mumpung jadi Menteri mereka manfaatkan untuk mencari sumber-sumber finansial karena berasal dari partai yang sama antara politisi yang jadi menteri dan yang jadi pengusaha. Sebetulnya itu bisa dijerat KPK jika prosedurnya tidak standar," tegasnya.

Menurut dia, undang-undang perlu mengatur hal seperti ini. Melarang menteri bekerjasama dengan pebisnis yang berasal dari partai yang sama. Sebab, potensi dagang pengaruh kekuasaan (menteri) melalui keputusan yang tidak adil karena berpihak pada pebisnis tertentu yang memiliki afiliasi dengan partai sang Menteri saat ini masih sangat tinggi.

Selain itu, Presiden Jokowi juga harus berani tegas untuk ambil keputusan memberhentikan praktik kongkalingkong tersebut atau memberhentikan menterinya. "Jangan hanya marah-marah di youtube yang di share 10 hari setelah marah dramaturgi dilakukan itu," tukasnya.

Berdasarkan laporan Majalah Tempo Edisi Senin, 6 Juli 2020, sejumlah kader partai menjadi aktor di belakang perusahaan-perusahaan eksportir benur lobster. Di PT Royal Samudera Nusantara, misalnya, tercantum nama Ahmad Bahtiar Sebayang sebagai komisaris utama.

Bahtiar tak lain adalah Wakil Ketua Umum Tunas Indonesia Raya, underbouw Partai Gerindra. 

Kemudian, PT Bima Sakti Mutiara, hampir semua sahamnya dimiliki PT Arsari Pratama. Komisaris Bima Sakti adalah Hashim Sujono Djojohadikusumo, adik Menhan Pertahanan Prabowo Subianto yang juga Ketum Gerindra. Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, putri Hashim, duduk sebagai direktur utama.

Setelah Bima Sakti, ada PT Agro Industri Nasional (Agrinas). Saham perusahaan ini dikantongi oleh Yayasan Kesejahteraan Pendidikan dan Perumahan yang berada di bawah pembinaan Kementerian Pertahanan. Namun direksi dan komisarisnya didominasi kader Gerindra.

Rauf Purnama, Caleg Gerinda pada Pemilu 2019, menjabat Direktur Utama Agrinas.

Dirgayuza Setiawan, pengurus Tunas Indonesia Raya, menjadi direktur operasi. Simon Aloysius Mantiri, anggota Dewan Pembina Gerindra, menjadi direktur keuangan.

Di jajaran komisaris Agrinas terdapat nama Sugiono, Wakil Ketua Umum Gerindra yang kini duduk di kursi Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat.

Masih di barisan komisaris, bercokol Wakil Sekretaris Jenderal Gerindra Sudaryono. Di puncak, Sakti Wahyu Trenggono, Wakil Menteri Pertahanan, menjabat komisaris utama.[Fhr]


Tinggalkan Komentar