Oleh Lukman Hakiem
(Petikan Pidato HUT XI Partai Masyumi)

Pengantar: Pada 7 November 1956, Partai Masyumi genap sebelas tahun. _Suara Masyumi_ 10 November 1956, memuat lengkap pidato HUT XI Masyumi,. Pidato ini penting dibaca kembali oleh siapa saja yang mengaku sebagai anak-cucu dan penerus perjuangan Masyumi, agar mereka tidak justeru menjauh dari _khittah_ Masyumi. Inilah petikannya.

DALAM mencapai cita-cita Masyumi untuk "terlaksananya ajaran dan hukum Islam di dalam kehidupan orang seorang, masyarakat, dan negara Republik Indonesia", kita telah menentukan suatu _khittah_ atau garis perjuangan yang meliputi tiga lapangan:
1. Lapangan parlementer, perwakilan (legislatif),
2. Lapangan pemerintahan (eksekutif), dan
3. Lapangan pembinaan umat.

Menolak Segala Bentuk Kekerasan oleh Siapapun

MENGENAI lapangan yang pertama, yaitu lapangan parlementer, dengan tegas Masyumi menerangkan dalam _Tafsir Asas_ bahwa kita memperjuangkan cita-cita itu melalui jalan yang sah sebagaimana yang terbuka jalannya dalam negara Republik Indonesia yang berdasar kedaulatan rakyat, melalui saluran-saluran yang lazim dalam negara demokrasi.

Masyumi insaf bahwa dalam suatu negara demokrasi, adalah kemauan rakyat yang menjadi sendi dan pokok peraturan-peraturan. Kemauan rakyat itu diwujudkan dengan pemilihan-pemilihan dalam bentuk Parlemen di Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di daerah-daerah.

Sebagai partai politik, Masyumi mengerahkan segenap kekuatannya dengan aktif untuk mendudukkan wakil-wakilnya dalam Parlemen dan DPRD, karena di dalam kedua lembaga itulah harus diperjuangkan segala perundang-undangan dan peraturan-peraturan yang akan berlaku dalam negara yang harus ditaati oleh segenap warga negara.

Dasar-dasar perwakilan itu adalah merupakan suatu hal yang esensial dalam ajaran Islam. Islam --yang menjadi dasar Partai Masyumi-- menghendaki supaya segala urusan yang mengenai kepentingan kehidupan umat, diputuskan dan diselesaikan dengan dasar musyawarah.

Dengan demikian maka Masyumi menolak tiap-tiap paham dan usaha yang hendak mengatur negara dengan jalan kekerasan dalam bentuk yang bagaimanapun dan dari pihak manapun datangnya.

Dalam pada itu, dasar musyawarah atau parlementarisme menurut ajaran Islam tidaklah berarti bahwa satu golongan yang kebetulan mendapat kedudukan yang kuat dalam  sesuatu badan perwakilan boleh bertindak semau-maunya terhadap golongan yang kecil.

Ajaran Islam memerintahkan untuk memperhatikan kepentingan golongan-golongan kecil, mengakui hak-hak mereka terutama sekali hak-hak pribadi, hak-hak menganut kepercayaan, hak-hak mengemukakan pendapat, hak-hak kemerdekaan diri. Pendek kata, semua hak yang termasuk dalam lingkaran hak-hak asasi manusia.

Kami Berjuang untuk Kita

ADAPUN yang mengenai lapangan pemerintahan, Masyumi --sebagaimana juga partai-partai politik yang lain-- berjuang untuk mendapat kedudukan dalam Kabinet dan lain-lain aparat pemerintahan.

Perjuangan itu bukanlah untuk merebut kedudukan _an sich_, akan tetapi justeru untuk turut melaksanakan dan mengambil tanggung jawab menjalankan eksekutif negara.

Selain dengan duduknya dalam pemerintahan, Masyumi dapat melaksanakan cita-citanya, di dalam batas-batas seperti yang diterangkan tadi, maka salah satu pedoman yang penting yang senantiasa dipegang oleh Masyumi dalam tiap-tiap kesempatan turut memegang pemerintahan ialah mengusahakan kepentingan umat dan rakyat secara keseluruhan dengan tidak memandang tingkatan dan golongan.

Semboyan yang dipakai oleh Masyumi bukanlah "Kami berjuanf untuk kami", tetapi "Kami berjuang untuk  kita", untuk keseluruhan rakyat Indonesia.

Menurut faham Masyumi, adalah suatu penyelewengan --kalau tidak hendak dikatakan pengkhianatan-- terhadap sesuatu amanah, jika ada partai-partai yang memegang kekuasaan politik dan pemerintahan, hanya mengutamakan pengurus, anggota-anggota, dan golongannya saja.

Koordinasi Kaum Buruh, Tani, dan Pedagang

MENGENAI lapangan yang ketiga, yaitu lapangan pembinaan umat, adalah maksudnya untuk menyusun tenaga umat dengan tertib, dengan membangunkan perikehidupan lahir dan batin, mendidik sifat, pengertian, watak, akhlak, dan lain-lain.

Lapangan ini meliputi segala golongan dalam penghidupan, baik golongan buruh, maupun golongan tani, golongan dagang, dan lain-lain.

Golongan-golongan ini harus disusun dalam organisasi yang teratur, yan tidak saja memikirkan dan mementingkan kehidupan golongannya, akan tetapi harus pula menginsafi akan sangkut paut dan hubungan  kepentingan antara satu golongan dengan golongan lain.

Akan terlihatlah suatu kepincangan dalam masyarakat, jika golongan buruh umpamanya dalam usaha memperbaiki kedudukannya tidak menghiraukan akibat-akibat  yang timbul karena tindakan-tindakannya dalam kehidupan kaum tani.

Sebaliknya, dalam usaha memperbaiki kedudukan kaum tani, haruslah dijaga jangan sampai memukul kehidupan kaum buruh.

Begitu juga mengenai kaum dagang dalam usaha-usaha melancarkan pekerjaannya, jangan sampai tidak memikirkan akibat-akibatnya bagi kehidupan kaum buruh dan kaum tani.
Pengertian dan koordinasi antara tiga golongan itu haruslah disusun begitu rupa, sehingga merupakan potensi-potensi yang masing-masing dapat menciptakan keseimbangan dan keragaman dalam masyarakat.

Usaha-usaha Masyumi dengan menggerakkan Serikat Buruh Islam Indonesia (SBII), Serikat Tani Islam Indonesia (STII), Serikat Dagang Islam Indonesia (SDII), dan lain-lain lembaga yang searah sifatnya, adalah dimaksudkan untuk menumbuhkan pengertian timbal balik, dalam rangka usaha perjuangan dalam lapangan pembinaan umat.[]