Mencermati Pesan DPR Dalam Pembuatan UU Cipta Kerja (3) - Telusur

Mencermati Pesan DPR Dalam Pembuatan UU Cipta Kerja (3)


Oleh: Dr. H. Joni,SH.MH

BERKENAAN dengan substansi pembuatan UU Ciptakerja, maka menurut hierarki norma hukum yang berlaku sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2011 yang sudah diubah dn disempurnakan dengan UU No. 15 Tahun 2019 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dinyatakan bahwa dalam kaitannya dengan hierarki norma hukum, Hans Kelsen mengemukakan Stufentheirie mengenai jenjang norma hukum, dimana ia berpendapat bahwa norma-norma itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan.

Suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi; norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi. Demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan fektif, yaitu Norma Dasar (Grundnorm).

Demi kepastian hukum, suatu Undang-Undang lainnya dan suatu peraturan tidak boleh bertentangan dengan peraturan baik yang di atas, maupun dengan peraturan yang disampingnya merreujuk pada penjelasan Hans kelsen diatas, dalam hal pembuatan Undang-Undang Cipta Kerja, sudahkah sesuai dengan Norma dasar (grundnorm) Republik Indonesia, yakni Pancasila. Dalam pembuatan Undang-Undang Cipta Kerja tidak pertentangan kah dengan Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Cipta Kerja ini adalah Undang-Undang yang pertama kali disahkan dengan menggunakan Konsep Omnibus Law. Sehingga terlihat asing di telinga masyarakat awam. Padahal yang menjadi persoalan itu sendiri adalah Pasal-Pasal yang ada di dalam Undang-Undang Cipta Kerja perlu Pengertian Semua Pihak

Dalam sebuah Webinar yang diselenggarakan oleh Indonesia Ocean Justice Initiative, Prof. Jimly Assidiqie memberikan pemaparan bahwa Omnibus Law RUU Cipta kerja dan inisiatif yang prinsip sudah di Adobe menjadi prinsip sangat fundamental dalam pasal 33 ayat 4 undang-undang dasar kita yang di dalam judul babnya bab 14 itu judulnya mengalami perbaikan sesudah perubahan keempat, 3 dan 4 perekonomian dan kesejahteraan sosial maka harus dipahami dengan tepat bahwa Undang-Undang Dasar 1945 bukan hanya political constitution juga economic konstitusional, semua kebijakan-kebijakan ekonomi tidak boleh tidak menjadikan konstitusi ekonomi sebagai rujukan.

Bahwasanya tatkala membicarakan omnibus ini harus dipisah dengan RUU Cipta kerja. Itu hal yang berbeda omnibus Law sebagai teknik legislatif teknik itu satu topik sendiri. Di negara-negara common Law memprakarsai nya karena ada kebutuhan mereka memperkembangkan praktek baru membentuk undang-undang sedangkan mereka omnibus law tapi sesudah abad 19-20 muncul tambahan kecenderungan untuk membuat undang-undang maka 30 tahun terakhir produksi undang-undang di Amerika lebih banyak dari produksi undang-undang negara lain, termasuk dibanding dengan Jerman, Perancis, Belanda jadi dalam suasana seperti itulah mereka mempraktekkan omnibus bill, omnibus teknik ini tentu apa yang mereka alami agak beda ketika omnibus bill ini kita praktekkan di negara kita yang memang tradisinya sebelum tapi baik saja apa yang tadi dijadikan studi perbandingan.

Keadaan di atas harus dijadikan bahan belajar bagaimana menerapkan omnibus teknik ini dalam keadaan hukum di Indonesia. Artinya bahwa teknik ini sebagai metode itu baik untuk kita tepat untuk dipraktekkan di Indonesia dalam rangka penataan hukum Indonesia karena hukum Indonesia ini sejak dari zaman Belanda sampai sekarang datanya pun tidak jelas. Maknanya peraturan yang masih berlaku tapi tapi secara formal de jure masih berlaku, tapi de facto tidak lagi. Data-data mengenai ini memang harusnya dari waktu ke waktu, salah satunya Omnibus teknik, jadi ini bagus ini diterapkan untuk menata hukum Indonesia tapi bukan hanya untuk urusan ekonomi semata.
Bahwasanya Omnibus law itu sendiri mempunyai banyak pengertian.

Secara harfiah, kata omnibus berasal dari bahasa Latin omnis yang berarti banyak. Umumnya hal ini dikaitkan dengan sebuah karya sastra hasil penggabungan beragam genre, atau dunia perfilman yang menggambarkan sebuah film yang terbuat dari kumpulan film pendek.

Paulus Aluk Fajar dalam Memahami Gagasan Omnibus Law menulis, di dalam Black Law Dictionary Ninth Edition Bryan A.Garner disebutkan omnibus: relating to or dealing with numerous object or item at once ; inculding many thing or having varius purposes.

Berdasarkan pengertian tersebut jika dikontekskan dengan UU maka dapat dimaknai sebagai penyelesaian berbagai pengaturan sebuah kebijakan tertentu, tercantum dalam dalam berbagai UU, ke-dalam satu UU payung.

Dari segi hukum, kata omnibus lazimnya disandingkan dengan kata law atau bill yang berarti suatu peraturan yang dibuat berdasarkan hasil kompilasi beberapa aturan dengan substansi dan tingkatannya berbeda.
Undang-undang ini mengubah beberapa kebijakan, yaitu masalah homoseksual, prostitusi, aborsi, perjudian, pengawasan senjata, dan mengemudi dalam keadaan mabuk. Konsep hukum omnibus juga telah dicoba oleh negara-negara Asia Tenggara. Di Vietnam, penjajakan penggunaan teknik omnibus dilakukan untuk implementasi perjanjian WTO. Di Filipina, penggunaan Omnibus Law lebih mirip dengan apa yang ingin dilakukan di Indonesia. Filipina memiliki.

Kinerja DPR

Pada penjelasan sebelumnya tentang Peraturan pembuatan perundang-undangan, bahwa secdara nyata pembuatan UU ini tidak sesuai dengan proses yang terjadi dilapangan, terutama terkait dengan pengesahan Undang-undang Cipta Kerja, yang dinilai cacat secara prosedur dan sama sekali tidak mencerminkan asas demokrasi. Beberapa hal yang tidak sesuai adalah sebagai berikut:

Pertama, Pengesahan UU Omnibuslaw Cipta Kerja pada tanggal 05 Oktober 2020, terkesan terburu-buru tidak mengikuti prosedur legislasi dan tidak melibatkan publik. Seperti yang disampaikan oleh Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atau UIN Jakarta, Azyumardi Azra bahwa yang terlibat hanya DPR dan pemerintah, kalau ada yang diundang satu atau dua, itu hanya gimmick.

Kedua, transparansi yang tidak terjadi dalam proses pembentukan UU Cipta Kerja ini. Sehingga, public tidak mengakses Ungdang-undang ini.Terdapat anggota DPR RI belum mendapatkan Draf UU Cipta Kerja. Bahkan di di tengah paripurna, bahan drafnya ( UU Cipta Kerja) belum ada di tangan para anggota. Suatu hal yang belum pernah terjadi dalam sejarah kinerja DPR.. bahkan pula dalam hal pembahasannya tidak melibatkan StakeHolder terkait, anggota yang hadir terkesan sudah pilihan dan orang-orang yang menyetujui Undang-undang tersebut disahkan.

Lebih parahnya lagi, draf Undang-undang yang berbeda-beda. Praktik yang paling parah adalah, Draf yang diterima anggota DPR yang hadir belum tentu sama semua. Saat ini Draf yang disahkan belum dapat diakses dan masih ada berubahan-perubahan. Padahal seharusnya ketikan UU sudah di sahkan berarti sudah melalui pembahasan-pembahasan yang panjang. Namun, Pembentukan UU ini berbeda.

Kondisi di atas menggambarkan bahwa ada hal yang tidak sesuai yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Bahwa untuk mewujudkan tujuan pembentukan Pemerintah Negara Indonesia dan mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara perlu melakukan berbagai upaya untuk memenuhi hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan melalui cipta kerja.

Berdasarkan hal di atas, kiranya menjadi pelajaran berharga atas proses pembuatan UU Ciptakerja ini, yang pada tahap berikutnya akan menghadapi ujian. Ujian dimaksud berkenaan dengan penerapan UU dimaksud, apakah nantinya bisa berlaku efektif atau tidak. Justru di sini letak nilai sebuah aturan khususnya UU. Keberadaan UU tentu tidak atau bukan sekadar karena ada UU itu sendiri, tetapi harus benar benar dapat diterapkan dan beermanfaat bagi masyarakat. (Habis)


Tinggalkan Komentar