Pak Jokowi Kebanjiran - Telusur

Pak Jokowi Kebanjiran


Oleh: M Rizal Fadillah

 

SUDAH beberapa hari Pak Jokowi kebanjiran komentar yang menenggelamkan. Peristiwanya adalah foto berjas hujan hijau dipayungi oleh "ajudan" sementara rombongan yang menyertainya terlihat tanpa pelindung apa apa. Terkesan kering kering saja.

Kembali lagi pada mode pencitraan dan raja yang sedang dilayani. Pencitraannya jas hujan plastik murah, rajanya dipayungi.

Sebelumnya, di sebuah video juga tergambar Pak Jokowi di pesawat yang konon tidak bisa mendarat karena cuaca buruk. Sementara dua pesawat lain yang membawa bahan makanan malah bisa mendarat.

Memang urusan banjir ini membawa dinamika sendiri bagi Bapak Presiden yang "cepat tanggap" dan konon "peduli".

Banjir di DKI, Jawa Barat, dan Banten cukup hebat dengan 293 Kelurahan dan 74 Kecamatan terdampak. Di Jakarta Gubernur oleh lawan lawan politiknya disalahkan. Bahkan  aparat bawahannya ada yang dilaporkan polisi segala. Ada kesan ingin membunuh karakter Gubernur Anies karena ketakutan dan kegalauan masa depan. Jika Anies Baswedan jadi Presiden kolam cebong akan mengering.

Suara nyaring katak di sela sela air yang menggenang. Iramanya menjengkelkan dan tidak merdu. Begitulah kalau hati berpenyakit tidak peduli negara sehat atau tidak yang penting si anu jadi Presiden si anu jangan jadi. Pikiran yang picik, bodoh, dan hanya kepentingan sesaat.

Setelah Natuna kebanjiran berita tentang rasa nasionalisme yang rendah di kalangan petinggi negeri, akhirnya Presiden bersuara dan melangkah ke Natuna. Tapi bukan menjadi komandan tempur memberi semangat juang melainkan untuk membagi bagi sertifikat. Suatu yang bisa dikerjakanuu oleh BPN atau pak lurah. Akhirnya menjadi ironi saat negara menghadapi pelecehan kedaulatan, sementara Presiden sibuk mengurus banjir sertifikat.

Walhasil masalah bangsa semakin menumpuk. Ada BPJS, Bumiputera, Jiwasraya, Natuna, banjir, pindah ibukota, ada pula degradasi KPK dan otak atik Undang Undang Dasar. masalahnya adalah masalah yang tidak tuntas. Masalah yang menggantung dan bertele tele yang dibiarkan untuk menjadi bom waktu. Akhirnya pak Jokowi kebanjiran matdtsalah.

Muncul lagi masalah baru yaitu politik dinasti. Anak mantu yang didorong maju menjadi kepala daerah. Gibran Rakabuming Raka di Solo dan Bobby Nasution di Medan. Semestinya sebagai negarawan "mengerem" nafsu untuk membangun politik warisan. Beri contoh keteladanan bukan kerakusan dan membangun budaya tak tahu malu. Secara teoritis prosesnya mandiri tapi prakteknya pengaruh Presiden itu tak bisa diabaikan untuk memperoleh kemenangan.

Banjir sebagai penyebab adalah  "perbuatan tangan manusia". Allah telah mengingatkan. Pak Jokowi kebanjiran masalah karena "tangan sendiri" yang tidak mahir mengatasi. Main main dengan beras berakhir bau busuk, bermain dengan China berujung menginjak Natuna, main main dengan dana saham berujung Jiwasraya.

Mengurus bangsa dan negara seperti sandiwara cepot jadi raja. Berjas hujan di "terik matahari".[***]

*) Pemerhati Politik


Tinggalkan Komentar