Pengamat: Tak Ada Aksi yang Bisa Gagalkan Pelantikan Presiden - Telusur

Pengamat: Tak Ada Aksi yang Bisa Gagalkan Pelantikan Presiden

duskusi publik bertajuk 'Menakar Situasi Polhukam Menjelang Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI" di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (15/10/19).

telusur.co.id -  Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menilai, pelantikan Presiden dan Wakil Presiden 20 Oktober 2019 mendatang adalah perayaan kemenangan rakyat. Oleh karena itu, seharusnya disambut dengan gembira dan perayaan.

Pasalnya, bangsa Indonesia telah melewati satu fase demokrasi dimana proses Pemilu berjalan dengan baik dan tak perlu ada yang dikhawatirkan secara politik.

"Seharusnya semua ikut menyambut dengan kegembiraan. Bukan ketakutan dan kekhawatiran yang memunculkan instabilitas politik," kata Ace dalam duskusi publik bertajuk 'Menakar Situasi Polhukam Menjelang Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI" di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (15/10/19).

Menurut Ace, pemilu sebenarnya sudah selesai. Hal itu terlihat dengan bertemunya presiden terpilih Joko Widodo, dengan para ketua umum partai yang di Pilpres 2019 tidak mendukungnya, seperti Prabowo Subianto, Zukifli Hasan dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Prabowo pun sudah bertemu para pimpinan parpol koalisi pendukung Jokowi. Ace menilai, demo mahasiswa di hampir seluruh kota besar tak ada kaitan langsung dengan proses politik pelantikan Presiden.

"Jadi kalau ada yang mempersoalkan pelantikan presiden yang akan datang, saya mengambil kesimpulan meraka orang yang tak siap berdemokrasi atau mereka bahkan anti-demokrasi," tegas Ace.

Terkait penusukan terhadap Menkopolhukam Wiranto, lanjut Ace, dilakukan oleh pihak yang diduga teroris dan ada kaitannya dengan kelompok terors seperti JAD.

"Ini mengindikasikan ada pihak yang menunggangi demokrasi sebagai alat untuk menunjukkan eksistensi mereka," jelas Ace.

Ace menilai, landscape politik kita berbeda dengan sebelumnya. Panetrasi yang dilahirkan dari semangat pancasila, mulai dirongrong kelompok penumpang gelap demokrasi.

Memang, lanjutnya, panetrasinya luar biasa, melalui media sosial. Dia pun menyayangkan ada pihak yang tak siap kalah menjadikan kelompok ini sebagai instrumen untuk meraih kepentingan politik mereka.

"Memang ada yang belum move on menerima hasil pemilu 2019. Dari Pilpres kemarin masih ada pihak yang mencoba terus mengkapitalisasi isu perlawanan," ungkap Ace.

Dalam kesempatan yang sama, Pengamat Politik Karyono Wibowo menilai, berbagai peristiwa yang terjadi belakangan ini seperti kerusuhan di Wamena Papua, demonstrasi mahasiswa, dan penusukan terhadap Menkopolhukam Wiranto tidak berkorelasi dengan upaya menggagalkan pelantikan Presiden 20 Oktober 2019 mendatang.

Menurut Karyono, sejumlah peristiwa tersebut memiliki agenda dan tujuan berbeda-beda dan berdiri sendiri.

"Saya belum melihat adanya indikator kuat untuk menggagalkan pelantikan Presiden Jokowi 20 Oktober. Dan saya tak yakin ada aksi yang bisa menggagalkan pelantikan," ujar Karyono.

Menurut Karyono, ada dua tujuan utama aksi-aksi tersebut dilakukan. Yang pertama adalah mengganggu stabilitas keamanan nasional negara, dan kedua mendeligitinasi pemerintahan Jokowi di periode kedua.

Direktur Indonesia Public Institute (IPI) itu mengaku sangat setuju, jika pelantikan Jokowi - KH Maruf Amin harusnya disambut dengan pesta rakyat. Sebab rakyat sudah melakukan proses demokrasi konstitusional dengan baik. Bahkan sudah diputuskan secara final dan mengikat melalui Mahkamah Konstitusi.

"Karena itu, siapa pun dan apa pun bentuknya, jika ada kelompok yang ingin menggagalkan pelantikan maka itu tindakan inkonstitusional," jelas Karyono.

Ia juga mengingatkan, pelantikan 20 Oktober bukan persoalan Jokowi-KH Maruf Amin. Andai kata Prabowo-Sandiaga Uno yang menang pun, jelas Karyono, maka upaya penggagalan pelantikan tak bisa dibenarkan karena itu inkonstitusional.

"Entah Jokowi atau Prabowo yang menang, tak boleh ada upaya menggagalkan pelantikan. Kalau melakukan itu, berarti anti-demokrasi dan melakukan tindakan inkonstitusional," kata Karyono.

Hadir juga dalam diskusi tersebut, TA Dirjen IKP Kemenkominfo Hendrasmo, dan Pengamat Intelijen Dr (Cand) Stanislaus Riyanta. [asp]


Laporan : Fahri Haidar
 


Tinggalkan Komentar