telusur.co.id - Proses hukum pemohonan pailit terhadap PT BK Global Lestari yang diajukan PT Kedap Sayaaq mendadak penuh drama. Tak hanya menyangkut utang senilai Rp300 miliar, kasus ini kini berbelok ke polemik pergantian kuasa hukum yang memicu perdebatan di pengadilan.
Persoalan bermula, saat PT Kedap Sayaaq sebuah perusahaan tambang batubara, mengajukan permohonan pailit terhadap PT BK Global. Alasannya, perusahaan tersebut memiliki utang kepada Kedap Sayaaq sebesar Rp300 miliar serta utang lain senilai Rp10 miliar kepada PT Long Coal Indonesia (LCI).
Dua kreditur ini menjadi dasar permohonan pailit. Namun, seiring jalannya persidangan, muncul kejutan bahwa kuasa hukum PT Kedap Sayaaq dari kantor hukum Al-Mizan & Partner tiba-tiba dicabut dan digantikan oleh Amir Syamsudin & Partners.
Pencabutan ini langsung dilakukan oleh Direktur PT Kedap Sayaaq. Yang mengejutkan, Al-Mizan tidak terima keputusan tersebut dan malah mengajukan keberatan ke majelis hakim. Padahal, pencabutan kuasa adalah hak sepenuhnya dari prinsipal, dalam hal ini PT Kedap Sayaaq.
"Tetapi Al-Mizan tidak terima atas pencabutan itu, kemudian Al-Mizan mengirim surat keberatan ke majelis hakim yang mengadili perkara tersebut," ujar kuasa hukum PT BK Global, Nur Adythia Pradipta, dari kantor hukum Janis & Associates, saat ditemui di Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (10/3/2025).
"Sudah dua kali persidangan, majelis hakim perdata selalu menunggu keberatan dari kuasa lama yaitu dari Al-Mizan & Partners. Padahal sudah ada surat pencabutan kuasa hukum, dan sudah ada surat kuasa penunjukan Pak Amir Syamsudin," sambungnya.
Polemik makin pelik ketika kuasa hukum baru PT Kedap Sayaaq yang diwakili Amir Syamsuddin & Partners yakni Subani, menyampaikan di persidangan bahwa pihaknya ingin mencabut permohonan pailit.
Alasannya, sebagai pemohon PT Kedap Sayaaq berhak menarik kembali gugatan kapan saja. Pihak Termohon Pailit juga menyatakan tidak keberatan dengan pencabutan permohonan pailit tersebut.
Namun, keputusan hakim justru mengejutkan yaitu tetap menunggu keberatan dari kuasa hukum lama, yakni Al-Mizan & Partner.
Berdasarkan Pasal 1814 KUHPerdata mengatur pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasa yang diberikannya secara sepihak dan tanpa perlu meminta persetujuan penerima kuasa.
Kemudian, dalam ketentuan Pasal 271 dan 272 Rv (Rechtsvordering) menjelaskan bahwa penggugat dapat mencabut gugatan tanpa persetujuan tergugat jika tergugat belum mengajukan jawaban. Dalam hal perkara sudah diperiksa dan tergugat telah memberikan jawabannya, pencabutan gugatan harus mendapat persetujuan dari tergugat.
Hingga kini, persidangan masih berjalan dan akan dilanjutkan pada Senin (17/3/2025) publik menantikan bagaimana keputusan majelis hakim dalam perkara yang semakin penuh intrik ini.[Nug]