Pertama dalam Sejarah Nasional, Willy Aditya : PRT Dilindungi Undang-Undang - Telusur

Pertama dalam Sejarah Nasional, Willy Aditya : PRT Dilindungi Undang-Undang

Willy Aditya

telusur.co.id - RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) tidak akan lagi akan disahkan menjadi undang-undang. Ini artinya, untuk pertama kalinya, kehidupan profesional PRT akan dilindungi oleh UU.  

Kepastian ini didapat setelah seluruh fraksi di Badan Legislasi DPR RI menyepakati rumusan yang telah dibahas oleh Panitia Kerja (Panja) RUU PPRT dalam pleno yang berlangsung hari ini, Rabu, 1 Juli 2020 di Kompleks DPR, Jakarta. 

“Berdasarkan aspek teknis perumusan dan substansi RUU, Panja berpendapat bahwa RUU tentang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga dapat diajukan sebagai RUU Usul Inisiatif DPR RI. Namun demikian Panja menyerahkan keputusan kepada Pleno, apakah rumusan RUU hasil penyusunan yang telah dihasilkan oleh Panja dapat diterima oleh Anggota Baleg,” demikian Ketua Panja RUU PPRT Willy Aditya membacakan laporan kerjanya di depan anggota Pleno Badan Legislasi DPR.

Menurut Willy, setelah disepakati oleh Pleno Baleg, RUU tersebut akan dibahas di tingkat paripurna untuk kemudian diserahkan drafnya pada pihak pemerintah, jika disepakati.

Selanjutnya, pemerintah akan mengirimkan daftar inventarisasi masalah (DIM) dan surat presiden (surpres) untuk kepada DPR untuk memulai pembahasan. "Setelah surpres turun, akan dirapatkan di Badan Musyawarah dibahas di AKD mana," terang Willy.

Dia menjelaskan, RUU Pelindungan PRT terdiri atas 12 bab dan 34 pasal. Hal-hal pokok yang diatur dalamnya antara lain soal perekrutan PRT baik secara langsung maupun tidak langsung.

“Salah satu spirit mendasar dalam RUU ini adalah bahwa perlindungan terhadap PRT dalam relasi sosiokultural, bukan hubungan industrialis,” ungkap Willy.

Lebih lanjut dia menjelaskan, selama dalam pembahasan Panja, RUU PPRT berisi tujuh pokok pemikiran terkait relasi dan kehidupan profesional PRT. Pertama, pengaturan mengenai pelindungan terhadap PRT mengedepankan asas kekeluargaan sebagai nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia.

Kedua, perekrutan PRT dapat dilakukan secara langsung ataupun secara tidak langsung. Di sini, perjanjian kerja tertulis hanya diberlakukan pada PRT yang direkrut secara tidak langsung melalui penyalur PRT.

Berikutnya, Penyalur PRT adalah badan usaha yang berbadan hukum. Yang keempat, RUU PPRT juga mengatur mengenai bagaimana pelindungan terhadap PRT dari diskriminasi, eksploitasi, pelecehan, dan kekerasan, baik dari penyalur PRT maupun pemberi kerja, dijalankan. 

Kelima, RUU PPRT bicara mengenai bagaimana calon PRT mendapatkan pendidikan, baik dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, maupun dari Penyalur PRT.

“Yang keenam, di dalam RUU juga termaktub ketentuan mengenai pendidikan dan pelatihan bagi calon PRT, termasuk pendidikan tentang norma-norma sosial dan budaya yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan konteks tempat bekerja sehingga penyelenggaraan PRT dapat menjaga hubungan sosiokultural antara Pemberi Kerja dengan PRT,” kata Willy.

“Terakhir, atau yang ketujuah, pengawasan terhadap penyelenggaraan PRT dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Tentunya lewat pendelegasian wewenang,” imbuhnya.

Willy, yang juga Wakil Ketua Baleg ini, tidak dapat menyembunyikan kegembiraannya atas proses yang telah berjalan sejauh ini. Baginya, kehadiran UU PPRT ini nantinya akan semakin menunjukkan bagaimana negara hadir dalam upaya melindungi segenap tumpah darah Indonesia.

“Ini menjadi salah satu manifestasi bagaimana negara hadir bagi entitas yang selama ini tidak mendapatkanya. Padahal dinamika kehidupan PRT cukup kompleks,” tuturnya.

Lebih jauh dia menjelaskan, persoalan PRT dengan segala dinamikanya bukan sekadar relasi antara pekerja dan pemberi kerja belaka. Dalam perikehidupan menyangkut PRT juga kerap ditemui penipuan, eksploitasi, bahkan hingga ke level human traficking.

“Jadi RUU ini bukan hanya bicara soal upah atau hak PRT dan kewajibannya saja. RUU ini juga bicara soal pencegahan atas potensi-potensi penindasan atas diri seorang manusia,” ungkap Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem ini.

Selama pembahasannya, Panja RUU PPRT telah mengundang narasumber dari berbagai pemangku kepentingan. Mereka antara lain para pakar, aktifis buruh, kalangan LSM, sosiolog, akademisi, hingga komisioner Komnas HAM.

Secara pribadi, Willy menyatakan, dirinya berharap RUU ini akan segera disahkan dan tidak menemui aral melintang. Baginya, RUU ini akan menjadi sejarah bagi bangsa dan negara ini dalam upaya menjalankan amanat konstitusi.

“PRT ini dari dulu sudah hadir dalam kehidupan sehari-hari kita. Yang belum hadir adalah upaya negara melindungi keberadaannya,” tutupnya. [ham]


Tinggalkan Komentar