Plt Bupati Bekasi Diingatkan Jangan Sibuk Tebar Pecintraan! - Telusur

Plt Bupati Bekasi Diingatkan Jangan Sibuk Tebar Pecintraan!

Pendiri Jendela Komunikasi (JeKo), Bob Pandapotan. Foto: Istimewa

telusur.co.id - Dewan Pendiri Jendela Komunikasi (JeKo), Bob Pandapotan menilai, Penjabat (Pj) Bupati Bekasi, Dani Ramdan terkesan lamban dalam pengisian jabatan yang kosong, yakni mulai dari tingkat eselon II, III dan IV.

"Gaya kepemimpinan Dani Ramdan lebih mengutamakan pencitraan kepada publik dan membiarkan kekosongan jabatan yang strategis di struktural,” katanya Bob kepada wartawan, Minggu (1/1/23).

Menurut dia, berdasarkan data yang ada di lembaganya, jika dijumlah, posisi jabatan struktural yang kosong dari tingkat eselon II B, III A dan B hingga IV A dan B, ada sekitar 65 orang.

"Harusnya kekosongan jabatan itu jadi prioritas utama. Minimal 16 jabatan yang sudah dilelang dan hasil finalnya sudah jelas, dimana panitia seleksi (pansel) sudah menentukan 3 nama dan hal itu pun sudah dikonsultasikan pansel ke Komite Aparatur Sipil Negara (KASN) bahkan ke Kemendagri,” ungkapnya.

Bahkan, kata Bob, pencitraan di media sosial yang dilakukan Dani Ramdan atas berbagai aspek tentang Kabupaten Bekasi adalah “aji mumpung” karena “gratis” untuk menunjang puncak karier PNS-nya di Provinsi Jawa Barat.

Bob mengungkapkan, Dani Ramban terkesan “berani tapi takut dan takut tapi berani”. Pasalnya, sudah 7 bulan menjabat jadi Pj Bupati Bekasi dan sudah 1 bulan lebih, hasil lelang jabatan dari 3 nama yang sudah final tidak juga dieksekusi Dani Ramdan.

Sepertinya, lanjut Bob, pencitraan yang dilakukan Dani Ramdan itu mengulur-ulur waktu, sebab 16 orang calon eselon II adalah lokomotif di organisasi dan paling bertanggung jawab terhadap Dokumen Penggunaan Anggaran.

“Bagaimana jalan ceritanya dengan audit BPK terhadap APBD 2022 jika tidak ada lokomotif,” tanya Bob.

Apapun alasannya, kata dia, jabatan eselon II yang kosong itu, jika dihitung sudah 2 tahun ini belum diisi, dan aturan main untuk mengisinya jelas yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014. Kemudian, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017, serta Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 15 Tahun 2019.

“Kalau mau berani, ya berani sekalian. Kan waktu mau dibuka pendaftaran lelang jabatan eselon II, Dani Ramdan itu mengatakan kepada peserta briefing eselon III yang akan daftar, bahwa nilai terbaik akan dipilih. Nah sekarang ucapan itu harusnya dibuktikannya,” tandasnya.

“Dalam menentukan pilihan dari 3 nama menjadi 1, apa susahnya pilih nilai terbaik. Kan jelas aturan mainnya ada di Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 15 Tahun 2019,” Bob, menambahkan.

Kalau pun nantinya pilihan itu terjadi persoalan dan timbul gejolak, serta tudingan dari berbagai pihak, sambung Bob, jangan takut disalahkan, sebab bukan kesalahan yang mutlak dari seorang Pj Bupati. Karena, nilai terbaik itu adalah produk pansel.

Apapun soal dan gejolak serta tudingan itu dapat dieliminir. Sebab, pilihan itu produk dari pansel yang mana sudah jelas kriteria dan metode penilaiannya, yakni pembobotan hasil seleksi, calon eselon II yang diambil dan dijumlah total dari penulisan makalah jumlah bobot (15-20 persen) dan kemudian dari assesmen center jumlah bobot (20-25 persen) serta hasil wawancara dengan jumlah bobot (30-35 persen) dan terakhir diambil dari rekam jejak dengan jumlah bobot (15-20 persen).

Artinya, lanjut Bob, dari jumlah total bobot itu sudah jelas ada yang paling tertinggi dan menengah serta sedang.

“Ya udah, pilih yang paling tinggi. Kan aturannya ada di Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 15 Tahun 2019,” tegasnya.

Bahkan, Bob menuding lambannya eksekusi terhadap 16 kursi kosong eselon II yang sudah final hasil lelangnya itu, disebabkan karena Dani Ramdan berangan-angan bahwa 8 kursi di antara, yakni dua posisi Staf Ahli, Diskominfo, Cipta Karya, Balitbang, Perikanan, Lingkungan Hidup dan Satpol PP, ingin diisi orang orang dari alumni.

“Namun demikian, jika Dani Ramdan masih bimbang dengan pilihan, karena adanya intervensi dan istilah junior atau senior serta alumni atau bukan, tinggal dikomparasi dengan produk hukum lokal yang ada, yakni Peraturan Bupati Nomor 44 Tahun 2020,” tukasnya.[Tp]


Tinggalkan Komentar