Pokok Permasalahan Aksi 25 28 Dari Kacamata Ketua Prodi Sosiologi FISIP Unas Dr Andi - Telusur

Pokok Permasalahan Aksi 25 28 Dari Kacamata Ketua Prodi Sosiologi FISIP Unas Dr Andi

Program Studi Sosiologi FISIP Universitas Nasional (Foto : Ist)

telusur.co.id -Indonesia diguncang gelombang amarah rakyat setelah kematian Affan Kurniawan (21), seorang pengemudi ojek online yang menjadi simbol kerentanan pekerja urban tanpa kepastian penghasilan maupun perlindungan sosial. 

Tragedi ini memicu protes luas, dengan kemarahan tumpah dalam bentuk perusakan simbol negara dan penyerangan fasilitas publik serta properti pribadi tokoh- tokoh publik. Pertanyaannya adalah mengapa demikian?

Program Studi Sosiologi Universitas Nasional menegaskan bahwa protes ini bukan sekadar gejolak kerusuhan, melainkan cermin transformasi besar dalam kehidupan sosial-politik Indonesia kontemporer, yang menuntut keadilan sosial dan perbaikan tata kelola perkotaan. 

Ketua Program Studi Sosiologi Dr. Andi Achdian, M.Si & seluruh dosen dan Guru Besar Sosiologi FISIP Universitas Nasional merangkum pokok kertas posisi yang membaca gelombang protes dari sudut sosiologis-historis: bukan sekadar kerusuhan, melainkan ekspresi politik rakyat akibat akumulasi ketidakadilan, rapuhnya kelas menengah, dan tersumbatnya representasi. Analisis ini menjadi pijakan kebijakan yang lebih adil dan responsif.

Poin-poin pernyataan sikap dari Seluruh Dosen Sosiologi FISIP Universitas Nasional sebagai tindak lanjut yang bisa dilakukan yang menopang kehidupan masyarakat demokratis, bermartabat, dan berkeadilan adalah,

Aksi massa yang berujung pada perusakan simbol elit harus dipahami sebagai ekspresi politik elementer rakyat yang kehilangan kanal representasi. Pemerintah perlu berhenti menstigma dengan label “anarkis” atau “makar” dan mulai mengakuinya sebagai gejala sosial yang menuntut jawaban struktural.

"Urbanisasi di Indonesia selama dua dekade terakhir telah melahirkan masyarakat cair yang rapuh ikatan sosialnya. Negara dan pemerintah kota perlu menciptakan ruang-ruang deliberasi warga dalam bentuk forum warga lintas komunitas, koperasi komunitas, dan forum partisipasi yang memperkuat kembali modal sosial di kota," papar Andi.

Selain itu, hambatan struktural politik yang menjadikan komunikasi antara rakyat dan pemerintah telah menjadi dasar frustasi warga terhadap kebijakan-kebijakan yang tidak peka pada persoalan masyarakat. Pemerintah harus membentuk sebuah forum di perkotaan yang menjadi ruang perbincangan tentang kebijakan-kebijakan yang berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat antara pemerintah dan warga.

Tak hanya itu, beban pajak dan upah minimum yang tidak layak adalah faktor utama keresahan. Diperlukan reformasi pajak yang lebih adil serta kebijakan upah dan perlindungan sosial yang menjamin kesejahteraan pekerja informal, dan pengendalian biaya hidup.

"Negara perlu memastikan tersedianya lapangan kerja yang layak, terlindungi, dan berkesinambungan agar tenaga produktif tidak terjebak dalam lingkaran kerentanan, melainkan dapat menjadi pilar pembangunan ekonomi dan demokrasi, serta mencegah jangan sampai terjadi informalisasi kerja pada usia produktif," tambahnya.

Mekanisme demokrasi elektoral perlu diperbaiki untuk mampu menyalurkan aspirasi rakyat kecil. Perlu inovasi agar rakyat merasa suaranya didengar sebelum harus turun ke jalan.

Respons represif terbukti hanya memperkuat siklus kekerasan. Aparat harus dilatih untuk menggunakan strategi de-eskalasi, dialog, dan pendekatan komunitas, sehingga konflik tidak berkembang menjadi bentrokan terbuka.

"Ketidakpercayaan terhadap aparat penegak hukum menjadi lubang kekosongan keamanan dalam kehidupan masyarakat. Pemerintah harus menciptakan mekanisme yang dapat membangun kepercayaan publik terhadap aparat penegakkan hukum, " ungkap Dr Andi. 

Menurutnya, situasi sekarang menyebabkan lembaga-lembaga politik formal seperti Parlemen dan Partai Politik telah kehilangan kemampuan dalam menyuarakan kepentingan rakyat. 

Perguruan Tinggi sebagai wakil masyarakat sipil dapat berperan menjahit kembali pola relasi sosial yang tercabik, dan mengawasi serta mengawal lahirnya kebijakan yang berorientasi pada rakyat, adil, dan inklusif.(fie)

 

 


Tinggalkan Komentar