Quo Vadis Indonesia? - Telusur

Quo Vadis Indonesia?


Oleh Din Syamsuddin (Ketua Pergerakan Indonesia Maju)

Memasuki Tahun 2020, 75 tahun setelah, dan 25 tahun jelang seabad, Proklamasi Kemerdekaan, merupakan momentum bagi seluruh Bangsa Indonesia untuk merenungi perjalanan kehidupan bangsa dengan segala capaian, masalah dan tantangan, serta masa depannya.

Permenungan itu penting untuk dipusatkan pada pertanyaan apakah perjalanan kehidupan bangsa berada pada Jalan Konstitusi/Cita-cita Kemerdekaan, atau mengalami pergeseran bahkan penyimpangan. 

Mencermati perjalanan bangsa, khususnya pasca Reformasi 1998, terdapat gejala dan gelagat terjadinya deviasi, distorsi, dan disorientasi kehidupan nasional dengan cita-cita pendiriannya. Maka adalah relevan 
bagi kita untuk mengajukan pertanyaan Quo Vadis Indonesia? Mau Kemana Indonesia?.

Pergerakan Indonesia Maju, sebagai pergerakan rakyat Indonesia yang bersifat lintas agama, suku, profesi, dan gender, menyatakan keprihatinan mendalam atas kecenderungan demikian, dan mengajak segenap elemen dan komponen bangsa untuk bersama-sama berjuang meluruskan kiblat bangsa.

A. Problematika Bangsa

1. Menguatnya arus liberalisme dalam kehidupan bangsa, baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun budaya, terutama melalui penerapan praktek demokrasi liberal, ekonomi pasar bebas, dan pembiaran merajalelanya budaya bebas, telah membawa masalah serius bagi kehidupan bangsa dewasa ini. Hal demikian sejatinya bertentangan dengan nilai-nilai dasar Pancasila yang menekankan kebersamaan, permusyawaratan, dan keadilan di atas prinsip kebertuhanan yang berorientasi pada kemanusiaan.

2. Sebagai akibatnya, dalam bidang politik, banyak anak bangsa bersaing merebut posisi politik dengan menghalalkan segala cara dalam budaya politik pragmatis dan oportunistik. Selain gagal menjadi sarana penciptaan kesejahteraan dan integrasi bangsa, politik nasional membawa dampak sistemik terhadap pembelaham dan perpecahan bangsa. 

3. Dalam bidang ekonomi, persaingan pasar bebas telah membawa yang kuat semakin kuat dan yang lemah semakin lemah. Kesenjangan antara segelintir orang kaya dan mayoritas rakyat miskin semakin menganga. Celakanya, kekuatan ekonomi besar itu bersekongkol dengan kekuatan politik untuk berkuasa atau melanggengkan kekuasaan. Maka terjadilah lingkaran setan yang menggerakkan politik dan ekonomi tidak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

4. Dalam bidang sosial-budaya, watak bangsa untuk kemajuan melemah. Daya juang yang seyogyanya berkembang menjadi daya saing tergerus oleh budaya instan dan jiwa menerabas. Kreatifitas dan inovasi yg diperlukan pada Era Industri 4.0 kurang tersedia dan terkalahkan oleh pragmatisme dan permisivisme budaya. Semua itu merupakan buah dari lemahnya pendidikan nilai/watak dan langkanya keteladanan, di samping pembangunan nasional difokuskan pada pembangunan infrastruktur fisik dan mengabaikan infrastruktur non-fisik (mentalitas/akhlak).

5. Melemahnya kepemimpinan nasional dalam mengantarkan bangsa menuju pencapaian bersama cita-cita kemerdekaan sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang membuat masing-masing komponen bangsa dibiarkan berjalan dan melangkah tanpa arah pembangunan yang jelas. Hal demikian berjalan seiring atau membawa dampak sistemik pada:

a. Menguatnya kezaliman berserikat, yang dilakukan bersama oleh negara dan pihak swasta maupun individu, melalui labelisasi jahat pada kelompok tertentu dan melalui perikatan oligarkis dalam bidang politik dan hukum yang menempatkan demokrasi berada dalam titik nadir.

b. Merosotnya kepercayaan publik pada pemerintah dalam pengelolaan berbagai kebijakan bidang keuangan, perekonomian, infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan, serta dalam penanganan kasus-kasus hukum terutama korupsi, kebakaran hutan, dan narkoba.

c. Pembiaran kerusakan mental pejabat, yang menyebabkan tingginya tingkat korupsi hingga daerah-daerah, melalui penggunaan anggaran yang tidak efektif dan melalui perampokan uang negara demi kepentingan pribadi maupun kelompok.

B. Tantangan dan Ancaman

1. Perkembangan geo politik dan ekonomi dunia dengan pergeseran pusat gravitasi ekonomi dunia dari Atlantik ke Pasifik, yang ditandai antara lain Kebangkitan China, merupakan tantangan serius yang harus dihadapi bangsa Indonesia. Tantangan bisa menjadi ancaman dikaitkan dengan perebutan hegemoni seperti Perang Dagang antara negara-negara Adi Kuasa yang akan menyeret negara-negara lain. Hal itu menjadi rumit dengan adanya ketegangan di Laut China Selatan baik berbentuk sengketa maupun klaim teritorial secara sepihak. Dinamika kawasan Asia Pasifik ini berpotensi membawa ancaman terhadap kedaulatan Indonesia.

2. Bersamaan dengan itu, cengkeraman asing melalui investasi dan hutang, apalagi melebihi porsi yang wajar terkait APBN, sangat mungkin membawa permasalahan ekonomi dan keuangan yang potensial melemahkan kemandirian bangsa dan menggoyahkan kedaulatan negara.

3. Secara domestik, tantangan eksternal tadi berkelit berkelindan dengan tantangan internal/domestik, yaitu adanya jeratan jaringan oligarki politik dan ekonomi. Tantangan akan menjadi ancaman serius jika terjadi persekongkolan antara oligarki politik dan oligarki ekonomi, maka berkembanglah dua bentuk kekerasan yakni kekerasan negara (state violence) dan kekerasan pemodal (capital violence), mengubah demokrasi menjadi kleptokrasi atau kekuasan penumpuk kekayaan dan pengeruk keuntungan.

4. Tantangan bangsa bertambah dengan masih berlangsungnya multi krisis dunia, dari krisis energi, krisis pangan, krisis ekologi, krisis keuangan (resesi). Perubahan iklim yg ekstrem, khususnya, telah menimbulkan malapetaka seperti banjir, tanah longsor, yang membawa akibat buruk bagi masyarakat.

5. Di samping itu, keadaan dunia yang masih kacau dengan adanya konflik dan perang di berbagai belahan dunia juga merupakan tantangan tersendiri. Ancaman perang tradisional, perang saiber, dan post-perang yang memicu ketegangan kawasan.

C. Agenda Mendesak/Prioritas

Tantangan terhadap bangsa di atas sangat serius karena bersifat krusial dan eksistensial, yakni menyangkut keberadaan bangsa dan kedaulatan negara. Ketakmampuan kita menghadapi dan mengatasinya tidak mustahil akan berdampak pada keberadaan bangsa dan kedaulatan negara. Maka mendesak dilakukan langkah-langkah strategis.

1. Meneguhkan persatuan bangsa dengan merajut kebersamaan sejati, yakni kebersamaan yang menghargai kemajemukan dan menegakkan keadilan. Kebersamaan sejati memberi kesempatan kepada semua secara adil, dan meniadakan penguasaan satu kelompok atas kelompok-kelompok lain. 

Kebersamaan sejati inilah yang akan menciptakan rasa kesetiakawanan sosial dan mendorong kegotongroyongan. Hanya dengan kegotongroyongan dan rasa kebangsaan/nasionalisme tinggi, bangsa Indonesia akan mampu menghadapi setiap masalah dan mengatasi segala tantangan ancaman. Oleh karena itu, adalah mutlak perlu adanya kepemimpinan sejati, yakni kepemimpinan yang mengayomi, melayani, dan melindungi seluruh bangsa dan tanah tumpah darah Indonesia, serta menggalang seluruh potensi bangsa ke arah kemajuan. Kepemimpinan sejati adalah kepemimpinan di atas semua dan untuk semua.

2. Meluruskan kiblat bangsa, yakni mengarahkan kembali pembangunan nasional untuk bersesuaian dengan cita-cita kemerdekaan yang telah diletakkan oleh para pendiri bangsa (seperti termaktub dalam Pembukaan UUD 1945). Dalam rangka itu, adalah mendesak dilakukan pelurusan kembali Konstitusi agar adanya kesesuaian antara Batang Tubuh Konstitusi dengan Pembukaannya, dan antara Undang-Undang turunan dengan Konstitusi itu sendiri. Semua pemangku amanat kerakyatan, khususnya partai-partai politik, perlu membuka diri dan mengedepankan wawasan kebangsaan berbasis cita-cita dasar pendirian bangsa. Penyelenggara negara perlu bersikap konsekuen, konsisten, dan berdisiplin melahirkan kebijakan dan menjalankannya secara konstitusional dan semata-mata demi kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

3. Maka adalah mendesak untuk ditetapkannya Undang-Undang tentang Sistem Politik dan Pemilu yang sesuai dengan amanat Sila Keempat Pancasila, yang tafsir otentiknya adalah rancang bangun ketatanegaraan yang telah dirumuskan oleh generasi pendiri bangsa dan negara. Begitu pula, adalah mendesak adanya Undang-Undang tentang Sistem Perekonomian Nasional yang sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 dan Sila Kelima Pancasila. Penyimpangan dari nilai-nilai dasar tersebut telah dan akan menciptakan kehidupan kebangsaan yang kacau balau dan membuat bangsa ringkih dalam menghadapi tantangan dan ancaman dari luar.

4. Sementara perlu dilakukannya perubahan struktural mendasar tadi, adalah tidak dapat ditunda penanggulangan permasalahan akut dan kronis di tubuh bangsa, seperti korupsi, kekerasan, dan narkoba. Pemberantasan korupsi menuntut sikap anti korupsi yang sungguh-sungguh melalui penegakan hukum yg tegas, berkeadilan, dan tanpa tebang pilih. Begitu pula, berbagai bentuk kekerasan, baik kekerasan fisik, verbal, maupun kekerasan kapital (pemodal) dan kekerasan negara (state violence) haruslah diatasi dengan tegas berdasarkan hukum. Pemberantasan narkoba memerlukan perhatian serius karena daya rusaknya yang dahsyat dalam menghancurkan generasi 
penerus bangsa. Semuanya itu hanya bisa dilakukan dengan kehendak politik dan kesungguhan tanpa kompromi, kolusi, dan korupsi. Ancaman NKK hanya bisa dilakukan dengan Tanpa KKN.

5. Kesemua agenda mendesak dan prioritas di atas akan bisa berhasil dilakukan jika bangsa bekerja sama, bekerja keras, bekerja cerdas, dan bekerja tuntas, serta bekerja ikhlas. Maka di samping usaha manusiawi, permohonan pertolongan Ilahi merupakan keniscayaan. Maka, sebagai umat beragama, bangsa Indonesia harus tetap menjalankan agamanya masing-masing, tidak mengabaikan agama, apalagi menentang nilai-nilai agama.


Tinggalkan Komentar