Rangkul Organisasi Advokat, KKAI: Inilah Rumahmu, Kembalilah - Telusur

Rangkul Organisasi Advokat, KKAI: Inilah Rumahmu, Kembalilah

Ketua Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI), Dr. H Suhardi Somomoeljono, SH.MH (tengah). (Foto: telusur.co.id/Fahri).

telusur.co.id - Advokat merupakan salah satu perangkat dalam proses peradilan yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya, seperti jaksa, polisi dan hakim.

Dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat disebutkan bahwa advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.

Meski memiliki kedudukan yang sama, namun dalam prakteknya, advokat sering dihadapkan pada ketidakjelasan statusnya di mata hukum.

Sebagai contoh, advokat tidak memiliki wadah tunggal organisasi seperti kepolisian dan kejaksaan, sehingga penegakkan etika profesi advokat tidak memiliki kekuatan hukum yang pasti.

Hal tersebut disampaikan Ketua Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI), Dr. H Suhardi Somomoeljono, SH.MH dalam acara Pengukuhan Pengurus Pusat KKAI dan Pengurus KKAI DKI Jakarta di Gedung Joang 45, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (20/11/20).

"Contoh, kalau polisi langgar disiplin dihukum, jaksa dan hakim juga bisa dihukum, nah sekarang advokat yang menghukum siapa kalau secara disiplin?," kata Suhardi yang didampingi Ketua Komisi Pendidikan dan Kode Etik Organisasi Advokat KKAI, Dr.Ir. Hadi Purnomo, SH.MH.MM.

"Advokat yang melanggar kode etik tidak bisa dihukum sampai sekarang. Kalau ada organisasi advokat yang menghukum anggotanya, maka itu tidak memiliki kekuatan hukum dan kepastian hukum, tidak diakui oleh penguasa, tidak diakui oleh pemerintah. Jadi secara umum advokat itu tidak tersentuh oleh pelanggaran kode etik," sambungnya.

Suhardi menambahkan, dampak lain dari tidak adanya organisasi tunggal yang menjalankan fungsi penegakkan kode etik, yakni advokat rentan dipidanakan, ditangkap polisi dan dihukum meskipun itu berkaitan dengan tugasnya mewakili klien.

"Misalnya advokat menjalankan tugasnya mewakili klien, itu kan kode etiknya sudah diatur, hubungan antara advokat dan klien, nah apakah melanggar kode etik atau tidak, ini belum pernah ada penegakkan," ucap dia.

Padahal, lanjut Suhardi, jika ada wadah tunggal advokat, maka sebelum diproses secara pidana, advokat yang diduga melakukan pelanggaran terlebih dulu disidang etik.

"Kecuali advokat melakukan kasus kriminal ya. Tapi kalau sepanjang melakukan tugas dari advokat, ya itu kode etik dijalankan dulu, melanggar atau tidak, kalau melanggar ya silahkan melanjutkan ke proses pidana," imbuhnya.

"Jadi nasib advokat ini tidak menentu, rentan ditangkap, dihukum oleh penegak hukum yang lainnya, dan kita nggak bisa berbuat apa-apa, padahal kan ada pengadilan kode etik," jelas Suhardi.

Suhardi mengatakan, sebenarnya advokat sudah memiliki organ tunggal, yaitu KKAI sebagaimana disebutkan dalam UU tentang Advokat. Namun pada prakteknya selama ini, KKAI tidak dipercaya untuk membuat kebijakan atau keputusan terkait profesi advokat.

"Jaksa dan polisi memiliki organ tunggalnya, lah kita advokat nggak punya. Siapa organ tunggal kita?. Padahal sudah punya KKAI, tapi tidak dipercayakan," ujarnya.

Melihat ketidakpastian nasib advokat ini, Suhardi menyatakan, sudah saatnya KKAI hadir menjalankan fungsi dan kewenangannya, termasuk soal penegakkan kode etik advokat. "Nah inilah kemudian KKAI hadir, kode etiknya akan ditegakkan," terangnya.

Karena itu, Suhardi menyebut, pihaknya siap merangkul semua organisasi advokat untuk duduk bersama dan merumuskan langkah-langkah apa yang perlu diambil demi kebaikan seluruh advokat di Indonesia.

"Jadi ini kita rangkul kembali, dalam rangka persatuan. Kita himpun semua, ayo kembali pulang ke rumahmu, KKAI. Inilah rumah kita, markas besar organisasi advokat di seluruh Indonesia," pungkas Suhardi. [Tp]


Tinggalkan Komentar