Realisasi Penerimaan Negara Terus Melambat - Telusur

Realisasi Penerimaan Negara Terus Melambat

Ecky Awal Mucharam

telusur.co.id - Realisasi penerimaan negara terus melambat. Menurut data Kementerian Keuangan, pada periode Januari-Agustus 2019, realisasi pendapatan negara hanya 54,93% dari target sebesar Rp2.165 triliun.

Pada periode yang sama tahun lalu, realisasi mencapai 60,85%. Penerimaan perpajakan terlaksana sekitar 51,51% (Januari-Agustus 2019); turun dibandingkan periode Januari-Agustus 2018 sebesar 56,09%.

Ecky Awal Mucharam Anggota DPR RI Komisi XI dari F-PKS, menjelaskan bahwa perlambatan realisasi pendapatan negara cukup signifikan. Ecky menguraikan, pada Januari-Agustus 2019, pertumbuhan pendapatan negara hanya 3,2% (yoy); sedangkan pertumbuhan penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) masing-masing 1,39% (yoy) dan 12% (yoy).

“Saya mengkhawatirkan perlambatan realisasi pendapatan negara. Ecky mengungkap bahwa beberapa waktu lalu, pemerintah (lewat Ditjen Pajak) memroyeksi shortfall penerimaan pajak mencapai Rp140 triliun dan kemudian melonjak menjadi Rp200 triliun. Ini bukan hanya angka semata, tetapi berdampak signifikan terhadap beban APBN ke depan dan variabel-variabel ekonomi lainnya” jelas Ecky.

Jadi, dampak lanjutan dari shortfall penerimaan pajak sangat panjang. Misalnya menaikkan defisit dan kemudian memerlukan tambalan lewat utang. Untuk memenuhi hal tersebut, pemerintah harus menerbitkan SBN dan menjadi beban APBN ke depan.

Saat ini, porsi pembayaran bunga utang terhadap belanja pemerintah pusat sudah di atas 15%. Dampak lain dari penerbitan SBN adalah sulitnya menurunkan suku bunga perbankan, karena SBN berpotensi menyerap perbankan. Dengan demikian, bank sulit mengoreksi suku bunga, agar dananya tidak lari ke instrumen lain.

Wakil Ketua Fraksi PKS ini melanjutkan, dampak lainnya terlihat pada stabilitas rupiah. “Kita semua paham bahwa porsi asing di SBN cukup tinggi. Jadi, mereka akan kabur kalau ada gejolak, sehingga menekan Rupiah. Kalau Rupiah goyah, maka bayar bunga utang semakin mahal. Sektor industri pun terpengaruh lewat lonjakan biaya impor bahan baku/penolong” jelas Ecky. [Ham]


Tinggalkan Komentar