Sidang Sengketa Tanah Salembaran Jaya, Ahli Tegaskan Girik Bukan Bukti Kepemilikan Tanah  - Telusur

Sidang Sengketa Tanah Salembaran Jaya, Ahli Tegaskan Girik Bukan Bukti Kepemilikan Tanah 


telusur.co.id - Pengadilan Negeri (PN) Tangerang kembali menggelar sidang lanjutan perkara gugatan sengketa lahan di daerah Salembaran Jaya, Kosambi, Kabupaten Tangerang.

Kali ini, majelis hakim mendengarkan pendapat dari saksi ahli Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Budi Nurtjahyono dalam perkara saling klaim tanah tersebut. 

Atas sengkarut tersebut, Budi sebagai saksi ahli menjelaskan bahwa girik yang dimiliki oleh pihak Ahmad Ghozali bukan sebagai bukti hak kepemilikan tanah. Ditegaskan bahwa kepemilikan hak atas tanah yang sah dan diakui negara adalah sertifikat. 

"Itu (sertifikat) tertinggi di republik ini, tidak ada yang lain. Mudah-mudahan syarat itu bisa ditangkap oleh semua pihak bahwa girik hanya menunjukkan siapa pembayar pajak," kata Budi di hadapan majelis hakim di PN Tangerang, Selasa (22/2/22). 

Budi memperkuat kesaksiannya dengan Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor Register 34/K/Sip/1960, sehingga bisa dijadikan yurisprudensi bahwa girik hanya menunjukkan siapa pembayar pajak, bukan sebagai bukti kepemilikan tanah.  

"Girik sama sekali bukan bukti kepemilikan. Dia (girik) hanya menunjukkan siapa pembayar pajak, dimana dia berada tanahnya, siapa namanya. Saya katakan sah (girik), karena bayar pajak. Tapi kalau itu (girik) bukti kepemilikan, ya bukan bukti kepemilikan. Bukti kepemilikan adalah sertifikat tanah," jelas Budi.

Perkara ini merupakan perseteruan kepemilikan tanah antara Tonny Permana dengan Ahmad Ghozali, dimana Ahmad Ghozali diduga melakukan melakukan pengerusakan dan penyerobotan lahan milik Tonny Permana dan pemalsuan dokumen. Sebaliknya, Ahmad Ghozali mengklaim lahan seluas 2 Ha di pantai utara Tangerang itu adalah miliknya.   

Dalam perkara tersebut, Tonny Permana menegaskan bahwa dirinya merupakan pemegang Sertifikat Hak Milik (SHM). Sementara Ahmad Ghozali diduga mengambil alih lahan hanya dengan berpegang dokumen girik yang diduga palsu dan akta jual beli (AJB) tahun 2011. 

Budi melanjutkan penjelasannya, dalam persidangan tersebut, bahwa sejatinya pemilik yang sah atas lahan adalah Tonny Permana, berdasarkan SHM sejak 1997.  

Karena itu, tegas dia, girik yang dimiliki Ahmad Ghozali tidak bisa membatalkan sertifikat. Sebab, kedudukan sertifikat tanah itu jauh lebih tinggi dibandingkan dari girik.  

Didalam perisidangan hakim bertanya pendapat Budi, bagaiman kalau SHM digugat berdasarkan girik.

Dijawab Budi bahwa girik harus diteliti apakah benar diterbitkan oleh Kantor Pajak Bumi dan Bangunan.

"Blanko (girik) tidak pernah ada kesalahan, karena memang nasional. Pejabat stampel harus sesuai kurun waktu, penulisan format girik kantor daerah atau cabang itu hanya sampai tahun 1974, yang ada hanya kantor inspeksi dan kantor dinas luar tingkat 1". 

Selain itu, Budi menekankan jika blanko (girik) bunyinya 'daerah atau cabang' stampenya juga harus berbunyi 'daerah atau cabang', tidak boleh dicampur aduk. Jika blanko sudah lewat waktu tidak bisa dipakai. Apabila format girik tidak sesuai dengan blanko nasional, maka girik tersebut tidak benar alias cacat.

Sidang tersebut juga menghadirkan saksi bernama Lukman, seorang pekerja di lahan milik Tonny Permana.

Dalam keterangannya, Lukman menjelaskan bahwa sejak beralih kepada Tonny Permana tanah dikuasai dirawat dan dipasang batas-batas, sebelum terjadinya pengerusakan dan penyerobotan oleh pengembang.[Fhr]


Tinggalkan Komentar