Terbukti Plin-plan, Pemerintah Diminta Bentuk Lembaga Khusus Perkuat Kebijakan DMO Batu Bara - Telusur

Terbukti Plin-plan, Pemerintah Diminta Bentuk Lembaga Khusus Perkuat Kebijakan DMO Batu Bara


telusur.co.id - Pemerintah harus membentuk badan pengelola khusus batu bara, dalam rangka menegakkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO), dan meningkatkan penerimaan negara dari komoditas emas hitam ini.

Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto mengatakan, natinya lembaga khusus ini bertugas mengelola batubara DMO dengan fungsi menerima seluruh jenis batu bara DMO dari seluruh perusahaan tambang. Termasuk menyalurkan batu bara sesuai jenis dan kalori yang dibutuhkan PLN, dan mengelola kelebihan sisa batu bara DMO yang tidak dibutuhkan PLN. 

"Dengan kehadiran lembaga ini, diharapkan batu bara untuk keperluan PLN terpenuhi dengan harga yang stabil terjangkau, serta kelebihan batubara DMO dapat dikelola untuk meningkatkan penerimaan negara," kata Mulyanto, Selasa (25/1/22). 

Mulyanto menilai, sekarang ini terkesan Pemerintah plin-plan dalam menegakkan kebijakan pelarangan ekspor batu bara. Terbukti, beberapa waktu lalu dibuat aturan pelarangan ekspor, tapi baru berjalan tiga hari aturan tersebut sudah dicabut lagi. Juga terhadap batubara di luar spesifikasi kalori PLN bebas diekspor. "Ini menimbulkan ketidakadilan." 

Ia menegaskan, Pemerintah harusnya bersikap tegas, adil, dan konsisten dalam mengimplementasikan kebijakan DMO berdasarkan UU No. 3/2020 tentang Minerba. Karena itu perlu dibentuk lembaga pengelola batubara DMO agar optimal. 

Politikus PKS ini menambahkan, terkait batu bara dengan spesifikasi kalori lebih rendah atau lebih tinggi diluar dari kebutuhan PLN tetap dikenakan kewajiban DMO secara konsisten. Hal ini jangan dibiarkan.

"Jadi bagus kalau pemerintah membentuk badan khusus yang mengelola batubara DMO yang tidak diserap PLN, baik karena kelebihan demand (over demand) atau karena di luar spesifikasi teknis kebutuhan PLN ini. Hal tersebut dapat meningkatkan penerimaan negara dari komoditas Batubara," ucapnya. 

Mulyanto menganggap, konsep ini lebih adil bagi seluruh pengusaha Batubara. Sementara kewajiban DMO baik dari segi kuota (25 persen produksi) maupun harga (USD $70 /ton) tetap berlaku. Tidak seperti usulan tentang BLU yang menghapus kewajiban kuota DMO dan menerapkan harga pasar. 

Selain itu, sanksi bagi pelanggar ekspor batu bara ini kurang tegas juga pembayaran fee kompensasi bagi pelanggar DMO dianggap terlalu ringan. Bagi pengusaha nakal, logikanya, mendingan membayar kompensasi yang tidak seberapa dan memaksimalkan keuntungan melalui ekspor saat harga tinggi.

"Jadi, soalnya di besaran dana kompensasi ini, yang mengakibatkan kebijakan DMO tidak efektif, masih cenderung dilanggar oleh pengusaha nakal. Harusnya besaran kompensasi tersebut proporsional dengan harga batubara internasional, sehingga tidak ada merit bagi pengusaha nakal untuk tetap membandel mengekspor kuota DMO-nya, "kata dia. 

" Trik lain pengusaha nakal untuk memaksimalkan profit, namun menyebabkan kelangkaan batubara PLN adalah dengan memenuhi kuota DMO sekaligus saat harga batubara murah, lalu memaksimalkan ekspor pada saat harga batu bara tinggi. Ini juga perlu diantisipasi. Karenanya penting bagi Pemerintah untuk mengevaluasi pelaksanaan DMO secara bulanan, bukan tahunan," tandas Mulyanto.[Fhr


Tinggalkan Komentar