UNAIR Rangkul Lembaga Nasional Bahas Politik Hukum Perlindungan Perempuan dan Anak - Telusur

UNAIR Rangkul Lembaga Nasional Bahas Politik Hukum Perlindungan Perempuan dan Anak

Konferensi 16 HAKTP UNAIR Soroti Kekerasan Struktural dan Reformasi Hukum Gender. Foto: Istimewa.

telusur.co.id -Dalam rangka memperingati 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Fakultas Hukum Universitas Airlangga melalui tiga pusat kajian Center for Anti-Corruption & Criminal Policy (CACCP), Pusat Studi Kejaksaan dan Restorative Justice (PUSKADIRA), serta Pusat Studi Hukum Kesehatan, Etik dan HAM menggelar Konferensi Nasional bertema “Politik Hukum Perlindungan Perempuan dan Anak: Ingatan, Kekerasan, dan Keadilan Gender.”

Konferensi ini menghadirkan pembicara tingkat nasional dari lembaga-lembaga negara yang berada di garis depan perlindungan perempuan dan anak, seperti Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Komnas Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), akademisi lintas universitas, serta lembaga layanan perempuan. Kehadiran berbagai institusi tersebut menegaskan semakin kuatnya komitmen nasional dalam memastikan agenda penghapusan kekerasan selaras dengan pembangunan berkelanjutan, khususnya SDG 5 tentang Kesetaraan Gender, SDG 16 tentang Perdamaian dan Keadilan, serta SDG 3 mengenai Kesehatan dan Kesejahteraan.

Konferensi ini lahir dari kesadaran bahwa kekerasan terhadap perempuan tidak dapat dipandang sebagai persoalan individual, melainkan masalah struktural yang berkaitan dengan warisan militerisme, moralitas publik, hingga praktik institusional yang menormalisasi kontrol terhadap tubuh perempuan. Walaupun Indonesia telah memiliki kerangka hukum yang maju mulai UU TPKS, UU Perlindungan Anak, UU SPPA, KUHP baru, hingga PP TUNAS, tantangan terbesar adalah memastikan seluruh regulasi tersebut menghadirkan keadilan substantif, bukan sekadar memenuhi indikator administratif atau tuntutan normatif internasional.

Pada Plenary Session 1, para pembicara mengupas politik tubuh perempuan dalam relasinya dengan negara serta arah reformasi hukum. Diskusi menyoroti bahwa reformasi hukum berperspektif gender masih berbenturan dengan budaya hukum yang tidak ramah perempuan dan struktur patriarkal yang menyingkirkan suara korban.

Komnas Perempuan menekankan pentingnya membaca ulang ingatan historis kekerasan sebagai dasar perbaikan arah kebijakan nasional. Sementara itu, perspektif feminis menyoroti bagaimana moralitas publik masih menjadi alat pengendalian terhadap tubuh perempuan. LPSK turut menambahkan bahwa perlindungan korban membutuhkan ekosistem pemulihan yang lebih terintegrasi dan responsif gender.

Sementara itu, Plenary Session 2 menitikberatkan pembahasan pada perlindungan anak di dunia digital dan satuan pendidikan, dua ruang yang semakin rentan terhadap kekerasan. Ancaman seperti cyberbullying, eksploitasi seksual daring, kebocoran data pribadi, hingga beban kesehatan mental anak dikaji secara komprehensif.

Perspektif hukum siber, kesehatan, dan restorative justice dipertemukan untuk merumuskan perlindungan yang tidak hanya berorientasi hukum, tetapi juga pada dukungan psikososial serta tata kelola institusi yang kuat. Pendekatan ini sejalan dengan komitmen pencapaian SDG 4 tentang Pendidikan Berkualitas dan berbagai SDG lain yang menempatkan anak sebagai subjek hak yang wajib dilindungi.

Ketua panitia, Amira Paripurna, S.H., LL.M., Ph.D., menegaskan urgensi konferensi ini.

“Peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan bukan sekadar simbol, tetapi tindakan intelektual dan politik. Kami ingin memastikan bahwa hukum tidak berhenti sebagai teks, tetapi bekerja untuk melindungi tubuh dan kehidupan perempuan serta anak. Konferensi ini adalah ruang untuk membangun keberanian kolektif dan mendorong transformasi struktural agar keadilan benar-benar dirasakan di tingkat akar rumput,” ujarnya.

Konferensi nasional ini diharapkan menjadi langkah strategis bagi dunia akademik, lembaga negara, dan masyarakat sipil untuk memperkuat agenda reformasi hukum yang selaras dengan komitmen SDGs dan berpihak pada korban, demi menciptakan Indonesia yang lebih setara, aman, dan berkeadilan.


Tinggalkan Komentar