telusur.co.id - Undang Undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang baru memiliki banyak kesalahan secara formil maupun materiil sehingga harus digugat, apalagi proses penyusunannya tidak melibatkan konsultasi publik.
Begitu dikatakan Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif saat mengajukan judicial review terhadap Undang Undang Nomor 19/2019 tentang KPK, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (20/11/2019).
Bahkan, kata dia, daftar inventarisasi masalahnya saja tidak diperlihatkan ke KPK sebagai stakeholder pertama UU KPK.
"Berikutnya lagi naskah akademik UU itu. Tidak masuk juga prolegnas," kata dia.
Laode juga melihat ketidaksinkronan pada beberapa pasal, yakni antara Pasal 69 dan 70 UU KPK, kemudian aturan tentang Dewan Pengawas yang justru bukan mengawasi, tetapi memberikan izin.
"Jadi, yang mengawasi Dewan Pengawas itu siapa? Karena tidak ada yang mengawasi semua kinerja dalam KPK, atas sampai bawah. Mereka tidak melakukan pengawasan, tetapi melakukan operasional memberikan izin penyadapan dan penggeledahan," kata dia.
Sebelumnya diberitakan, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, yakni Agus Rahardjo, Laode M Syarif, Saut Situmorang, mendatangi Gedung Mahkamah Konstitusi, Rabu (20/11/2019), untuk mengajukan judicial review terhadap Undang Undang Nomor 19/2019 tentang KPK.
Mereka datang bukan sebagai pimpinan KPK melainkan secara pribadi, atas nama koalisi masyarakat sipil yang terdiri atas 13 orang pegiat antikorupsi. Dalam kesempatan itu, terlihat pula eks-pimpinan KPK M Yasin, mendampingi ketiga pimpinan KPK itu dalam mengajukan judicial review, sekaligus menjadi penggugat.
Selain mereka berempat, ada sembilan nama lainnya yang terdaftar sebagai penggugat, yakni eks-pimpinan KPK Erry Riyana Hardjapamekas, Betty Alisjahbana, Hariadi Kartodihardjo, Mayling Oey, Suarhatini Hadad, Abdul Fickar Hadjar, Abdilah Toha, Ismid Hadad, serta Omi Komaria Madjid yang merupakan istri dari mendiang Nurcholis Madjid. [ipk]