telusur.co.id - Dalam momentum Hari Pahlawan, Aliansi Mahasiswa Indonesia bersama Halaqoh BEM Pesantren Se-Indonesia, BEM Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama Se-Nusantara (BEM PTNU), dan BEM Kristiani Seluruh Indonesia (BEM KSI) menggelar Diskusi Publik Nasional bertajuk “Keteladanan & Kepeloporan Soeharto sebagai Bapak Pembangunan: Sosok yang Layak Menjadi Pahlawan Nasional” di Gedung Panti Trisula Perwari, Jakarta Pusat. Senin, (10/11/2025).
Acara ini diikuti ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi dan organisasi lintas agama yang kemudian menyatakan dukungan terbuka agar Presiden ke-2 RI, H. M. Soeharto, dianugerahi gelar Pahlawan Nasional melalui penandatanganan petisi nasional.
Diskusi dipandu oleh Gangga Listiawan, Bendahara Nasional BEM PTNU, dan menghadirkan tiga pembicara lintas organisasi mahasiswa.
Pembicara pertama, Koordinator Pusat BEM KSI, Charles Gilbert, mengangkat tema “Soeharto dan Warisan Pembangunan Nasional: Fondasi Menuju Indonesia Maju.” Ia menilai Soeharto berhasil membangun pondasi kokoh bagi kemajuan bangsa.
“Soeharto adalah arsitek stabilitas nasional. Ia menata ekonomi, memperkuat ketahanan nasional, dan membangun infrastruktur besar yang manfaatnya masih dirasakan hingga kini. Memberikan gelar Pahlawan Nasional kepadanya adalah bentuk keadilan sejarah,” ujar Charles.
Pembicara kedua, Presiden Nasional BEM PTNU, Achmad Baha’ur Rifqi memaparkan topik; “Kemandirian dan Stabilitas Nasional: Alasan Soeharto Layak Menjadi Pahlawan Pembangunan.” Ia menilai bahwa keberhasilan Indonesia mencapai swasembada pangan, pengendalian inflasi, serta pemerataan pembangunan adalah buah dari kepemimpinan Soeharto.
“Pahlawan tidak selalu berjuang dengan senjata. Soeharto berjuang membangun bangsa dari ketahanan pangan hingga kemandirian industri. Ia menjadikan Indonesia berdikari secara ekonomi,” tutur Rifqi.
Sementara itu, Presiden Nasional Halaqoh BEM Pesantren Se-Indonesia, Ahmad Samsul Munir memberikan perspektif pesantren dalam topik “Keteladanan Soeharto dalam Membangun Bangsa: Dari Pembangunan Desa hingga Ketahanan Nasional.”
“Soeharto membangun dari desa. Program Inpres Desa Tertinggal, pembangunan sekolah, hingga peningkatan ekonomi rakyat adalah bukti nyata keberpihakannya pada akar rumput. Sosok seperti ini pantas dikenang sebagai pahlawan pembangunan Indonesia,” jelas Munir.
Setelah sesi diskusi dan tanya jawab, acara dilanjutkan dengan penandatanganan petisi nasional oleh para perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Petisi ini menjadi puncak acara dan simbol dukungan moral mahasiswa agar pemerintah menimbang pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada H. M. Soeharto.
Dalam pernyataannya Charles Gilbert, menegaskan bahwa, langkah ini bukan sekadar romantisme sejarah, melainkan refleksi atas kontribusi besar Soeharto dalam membangun pondasi bangsa.
“Kami tidak menutup mata terhadap sisi gelap sejarah, tetapi juga tidak menutup mata terhadap jasa besar Soeharto. Saatnya bangsa ini menilai secara objektif dan menempatkan beliau sebagai Pahlawan Nasional,” tutup Charles.
Kegiatan yang berlangsung sejak pukul 11.00 hingga 15.00 WIB itu ditutup dengan doa bersama dan deklarasi dukungan. Para peserta menyebut petisi ini sebagai bentuk kesadaran moral generasi muda untuk menghormati jasa Bapak Pembangunan Indonesia (Soeharto -red). (ari)



