Analis Politik IPI Duga Ada Upaya Sistematis untuk Mendelegitimasi Pemilu - Telusur

Analis Politik IPI Duga Ada Upaya Sistematis untuk Mendelegitimasi Pemilu


Telusur.co.id -

Analis politik Karyono Wibowo mengatakan, Pemilu yang demokratis, jujur dan adil (jurdil) adalah harapan seluruh rakyat Indonesia.

Menurut Karyono, untuk menyelenggarakan pemilu yang demokratis dan jurdil tersebut, setidaknya ada 4 komitmen yang perlu dilakukan.

“Pertama, diperlukan komitmen penyelenggara pemilu yang berintegritas, independen, tidak boleh berpihak (netral) dan profesional,” kata Karyono dalam diskusi bertajuk ‘Potensi Delegitimasi Pemilu dan Masa Depan Demokrasi’ di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (6/3/19).

Kedua, lanjut Karyono, diperlukan kedewasaan dari seluruh peserta pemilu. Seluruh peserta pemilu harus mengikuti rule of the game dan rule of law.

“Jangan justru menyiasati aturan-aturan yang sudah ditetapkan, seperti misal bagaimana melakukan manuver politik yang terhindar dari jeratan hukum,” terang Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) itu.

Yang ketiga, diperlukan ketaatan hukum bagi peserta pemilu maupun penyelenggara pemilu. Menurutnya, ketaatan hukum sangat penting dalam mewujudkan pemilu demokratis dan jurdil. Dia menjelaskan, jika dalam ranah pemilu, ada UU nomor 7 tahun 2017 dan ada peraturan KPU (PKPU).

“Kelima, penegakan hukum. Ketika regulasinya sudah ada, maka regulasi ini harus ditegakkan sehingga penegakan hukum harus dilakukan pada seluruh pelanggaran pemilu,” ujarnya.

Namun, kata dia, harapan ideal tersebut nampaknya jauh panggang dari api. Karena faktanya, selama mulai tahapan pemilu, kampanye sampai sekarang ini, proses pelaksanaan pemilu masih meninggalkan sejumlah masalah.

“Ruang publik dijejali berita bohong, ujaran kebencian, isu SARA dan sekarang muncul istilah kafir dan sentimen SARA masih mewarnai proses pemilu,” paparnya.

“Dalam UU 7 tahun 2017, ada larangan untuk membawa isu SARA di tengah-tengah proses pemilu. Yang terjadi seolah-olah ada pelanggaran perundang-undangan. Isu SARA selalu direproduksi utk menjatuhkan lawan politik,” beber Karyono.

Lebih lanjut, Karyono menduga, sejumlah peristiwa yang mirip dengan teror politik di beberapa daerah ada korelasinya dengan pemilu 2019.

“Menurut saya peristiwa yang terjadi tdk berdiri sendiri tp ada korelasinya dengan pemilu 2019. Semuanya adalah strategi untuk menciptakan politik ketakutan,” kata Karyono.

Dia menilai, ada berbagai upaya untuk mendelegitimasi pemilu yang mengemuka, bahkan terjadi secara terstuktur, sistematis dan massif. Ada kecurigaan terhadap penyelenggara pemilu baik KPU maupun Bawaslu telah melakukan kongkalikong politik dengan peserta pemilu.

“Kecurigaan berawal dari DPT ganda, e-KTP tercecer, kotak suara terbuat dari karton, kemudian isu tentang 7 kontainer yang berisi kertas suara yang sudah dicoblos. Mencuat lagi isu pemilih tambahan itu dicurigai bentuk kecurangan, kemudian keterlibatan warga negara asing yang ditemukan ber-KTP Indonesia, dan lain sebagainya,” terangnya.

“Apakah opini itu dibangun untuk menolak hasil pemilu? Bisa saja itu terjadi, karena di beberapa negara juga ada contohnya seperti di Bangladesh, hasil pemilu ditolak oleh oposisi,” pungkasnya.[asp]


Tinggalkan Komentar