telusur.co.id - Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PDI-P, Riyanta, mendesak Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk segera menyelesaikan permasalahan pertanahan di Ibu Kota Nusantara (IKN) secara adil dan transparan. Menurutnya, berbagai permasalahan yang terjadi di IKN, terutama terkait aktivitas jual-beli tanah, masih terhambat meski aturan telah ditetapkan.
Riyanta mengungkapkan bahwa hingga kini banyak tanah adat yang diambil secara paksa oleh pemerintah tanpa penyelesaian yang memadai. Hal ini menyebabkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat adat. Selain itu, aktivitas jual-beli tanah di sejumlah wilayah IKN, termasuk di Sungai Merdeka, Kecamatan Semboja, belum dapat berjalan dengan lancar.
“Saya baru saja mendapat informasi dari Lurah di Sungai Merdeka, di Kecamatan Semboja, bahwa hingga hari ini belum ada aktivitas jual-beli tanah di sana,” ujar Riyanta dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (12/9/2024). Ia menambahkan, meskipun ketentuan untuk aktivitas jual-beli tanah sudah ada, implementasinya masih belum terealisasi.
Riyanta menegaskan bahwa jika masalah ini tidak segera diselesaikan, pembangunan IKN akan terhambat dan tidak dapat mencapai target yang diharapkan. “Bagaimana IKN bisa sesuai target kalau sampai hari ini belum ada aktivitas jual-beli, walaupun ketentuannya sudah ada?” tanya Riyanta.
Selain itu, ia mengungkapkan bahwa sejumlah tanah di kawasan IKN yang sudah memiliki bangunan, seperti masjid dan sekolah, tetap terbengkalai karena tidak adanya kejelasan terkait kepemilikan lahan.
Pada April 2024 lalu, Menteri ATR/BPN, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menyatakan bahwa permasalahan yang menghambat sekitar 2.086 hektare lahan di IKN adalah proses ganti rugi yang belum tuntas. Ia mengakui bahwa kementeriannya telah siap menerbitkan sertifikat tanah, namun terhalang oleh faktor-faktor di luar wewenang ATR/BPN, seperti penanganan dampak sosial dan proses ganti rugi yang belum rampung.
BACA JUGA : Starlink dan Tantangan Kedaulatan Data: Perdebatan di Tingkat Legislatif Indonesia
“Kami sudah siap untuk menerbitkan sertifikat tanah, tetapi masih terkendala oleh proses ganti rugi dan dampak sosial yang belum terselesaikan. Ini adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah dan pihak terkait untuk memastikan hak-hak masyarakat tetap terjamin,” jelas AHY.
AHY menekankan pentingnya penyelesaian yang adil agar hak-hak masyarakat terdampak pembangunan IKN tidak dikorbankan. Ia juga menyoroti perlunya pendekatan komprehensif dalam menangani dampak sosial bagi masyarakat yang terdampak langsung oleh proyek pembangunan IKN.
“Kami sudah mengkomunikasikan permasalahan ini dengan otoritas IKN dan pemerintah daerah setempat,” imbuhnya. AHY berharap semua pihak yang terlibat dapat bekerja sama agar pembangunan IKN berjalan sesuai rencana dan hak masyarakat tetap terlindungi.