Oleh: Tony Rosyid (Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)
ADA dua macam pendukung. Pertama, pendukung emosional. Publik mengenal dengan istilah "Die Hard". Mereka adalah para pendukung fanatik. Pokoknya suka dia, maka pilih si dia. Gak peduli orang mau ngomong apa.
Para pendukung ini cinta mati kepada calon. Sulit dibelokkan, dan kecil kemungkinan pindah ke lain hati.
Mungkin lihat performennya menarik, cara bicaranya lembut, apa adanya dan tidak banyak drama, tidak marah ketika dihujat dan dicaci maki, tetap santun setiap menerima kritikan, gak ada kesan sombong dan bersikap kasar, peduli dan membela wong cilik, terutama mereka yang tempat tinggalnya tergusur. Calon yang dianggap berbeda dari yang lain.
Banyak faktor yang membuat para pemilih jatuh hati, lalu kekeh memilih calon itu. Pemilih Indonesia umumnya pemilih semacam ini, yaitu pemilih emosional. Kalau sudah "jatuh cinta", susah berpindah ke lain hati.
Kedua, pemilih rasional. Jumlahnya kalah banyak dengan pemilih emosional. Meski sedikit, para pemilih rasional punya pengaruh besar. Sebab, ini kaum otak cerdas yang mengerti bagaimana bicara, menciptakan opini dan memengaruhi orang lain.
Nah, kita bisa saksikan para penulis, wartawan dan kaum akademisi yang terus menerus menyuarakan Anies Baswedan for presiden di ruang publik. Mungkin hanya puluhan hingga ratusan jumlah orangnya, tapi kahadirannya luar biasa dalam memengaruhi para pemilih Indonesia yang emosional tersebut. Para pemilih rasional dan emosional bertemu di sini.
Pemilih rasional ada dua. Pertama, pemilih yang idealis. Para pemilih idealis ini adalah orang-orang yang mau mikir. Selalu bertanya: calon ini bisa memimpin gak kalau nanti terpilih? Lalu mereka melihat track recordnya. Melihat apa prestasi si calon itu. Bagaimana hasil kerjanya yang terlihat dan dirasakan rakyat. Dalam konteks ini, Anies Baswedan secara umum memang punya keunggulan. Ini bagian dari modal tersendiri.
Kedua, pemilih rasional yang pragmatis. Mereka hanya akan bergabung dengan calon yang diprediksi peluang menangnya lebih besar.
Siapa mereka? Pimpinan partai dan pemilik modal. Bagi mereka, integritas dan kapasitas bukan yang utama. Yang terpenting itu adalah kemenangan.
Kalau calon yang mereka usung menang, jatah menteri untuk partainya jelas. Mereka juga akan ikut menikmati kekuasaan.
Bagi para pemodal, bisnisnya aman, bahkan bisa berkembang karena adanya akses ke kekuasaan. Namanya juga bergabung dengan pemenang.
Nah, saat ini Anies Baswedan nampaknya makin besar peluangnya untuk menjadi presiden 2024. Konsolidasi organik para relawan semakin marak dan penuh antusiasme di berbagai daerah. Kolaborasi pemilih rasional idealis dan pemilih rssional membentuk konsolidasi para relawan. Eforia penyambutan Anies di berbagai even sebagai bentuk nyata keberhasilan konsolidasi itu. Ini boleh diclaim bahwa rakyat menghendaki Anies jadi presiden.
Suasananya mirip dengan SBY di tahun 2004 dan Jokowi di tahun 2014. Suasana macam ini tidak bisa direkayasa, apalagi dibendung. Ini "natural" datang dari rakyat yang bersemangat untuk menjadikan Anies presiden 2024.
Situasi ini linier dengan hasil survei dimana elektabilitas Anies terus naik. Trend politik nampaknya sedang berpihak ke Anies Baswedan, cucu AR Baswedan, salah satu pahlawan Indonesia itu.
Kondisi ini akan terus dibaca oleh parpol dan para pemodal. Jika Nasdem selalu mengirim pesan dukungan ke Anies, dan perayaan harlah PPP di DPW-DPW terus menghadirkan Anies, juga pernyataan ketum PAN baru-baru ini tentang Anies presiden, boleh dibilang sebagai bukti adanya kesadaran bahwa Anies memang memiliki peluang besar untuk memimpin Indonesia 2024.
Para pemodal nampak mulai merapat. Dukungan Amran Sulaiman, mantan Mentan dan pengusaha kaya asal Sulawesi kepada Anies memperkuat kesimpulan adanya peluang besar itu. Hal yang sama pernah dilakukan Amran Sulaiman kepada Jokowi tahun 2014.
Tidak semua parpol dan pengusaha yang menunjukkan dukungan terang-terangan ke Anies Baswedan. Dukungan "silent" dari parpol, pengusaha dan tokoh-tokoh, tentu punya alasan tersendiri untuk tidak diekspos ke media.
Kesimpulannya bahwa semakin calon itu kuat, maka akan semakin banyak yang merapat. Ini "sunnatullah" dalam dunia politik. Dan Anies nampaknya sedang mendapat anugerah ini. Hal ini sekaligus akan dapat menambah energi dan semangat para relawan untuk melakukan konsolidasi yang lebih masif dan menyuarakan Anies for Presiden.
Bogor, 31 Januari 2022