telusur.co.id - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo 'menantang' Wakil Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menulis buku mengupas tentang relasi Islam dan haluan negara, melengkapi kehadiran buku 'Relasi Islam dan Negara' yang telah ditulis Arsul Sani. Sebagai politisi, akademisi, sekaligus juga tokoh agama, Arsul Sani sangat tepat mengupas sejauh mana agama memandang keberadaan haluan atau perencanaan dalam kehidupan manusia, khususnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Perlu dikaji juga relasi Islam dengan haluan negara atau PPHN. Apakah sebuah negara yang tidak memiliki perencanaan jangka panjang, dan membiarkan terjadinya perubahan haluan pada setiap pergantian presiden itu lebih banyak manfaat atau mudaratnya? Apakah membiarkan proyek pembangunan yang dibiayai ratusan miliar bahkan puluhan triliun uang rakyat kemudian dibiarkan mangkrak karena perbedaan selera, visi, misi dan prioritas presiden lama dan presiden baru sesuai dengan ajaran Islam atau tidak? Karena menurut saya, membiarkan negara tanpa arah dan tanpa haluan serta mengabaikan kesejahteraan rakyat melalui ketidaksinambungan pembangunan yang sedang berjalan, jelas tidak sesuai dengan ajaran Islam. Akibatnya, bisa menyeret kepada ketidakpastiaan pembangunan dan penggunaan anggaran negara yang tidak efisien yang berpotensi menimbulkan kerugian negara," ujar Bamsoet dalam diskusi peluncuran buku 'Relasi Islam dan Negara', di Press Room MPR RI, Jakarta, Senin (25/10/21).
Turut hadir menjadi narasumber antara lain Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah, Guru Besar Sejarah Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Azyumardi Azra, Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof. Dr. Lili Romli, serta Pakar Komunikasi/Informasi Politik Abdul Rahman Makmun.
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, melalui buku 'Relasi Islam dan Negara', Arsul Sani mengupas bahwa politik atau pengaturan negara termasuk urusan yang bersifat umum, yang berada di ranah ijtihad umat Islam. Ditegaskan bahwa Indonesia bukanlah negara sekuler, bukan pula negara agama. Prinsip dari sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengamanatkan bahwa nilai-nilai moral agama harus menjadi rujukan dan sumber inspirasi dalam kehidupan bernegara, dengan tetap menjaga konsensus dan komitmen untuk menghormati kemajemukan dalam kehidupan beragama.
"Buku ini menyajikan gambaran mengenai paradigma hubungan Islam dan negara dalam berbagai sudut pandang, yang disusun dalam lima bagian. Bagian pertama menggambarkan dinamika pemikiran Islam dan negara dari zaman klasik sampai kontemporer, menghadirkan perspektif hubungan Islam dan negara dari para pemikir Islam yang mewakili berbagai arus pemikiran, mulai dari Al Farabi, Al Mawardi, Al Ghazali, Ibnu Khaldun, dan beberapa pemikir Islam ternama lainnya, hingga pemikiran cendekiawan muslim tanah air Nurcholis Majid," kata Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini memaparkan, bagian kedua membahas pengalaman dan praktek bernegara pada zaman klasik Islam. Salah satunya mengulas Konstitusi Madinah, yang telah berhasil membangun integrasi dan kohesi sosial dalam kemajemukan masyarakat Madinah. Sementara pada bagian ketiga, mengulas bagaimana negara-negara dengan penduduk mayoritas muslim, antara lain Malaysia, Brunei, Iran, Arab Saudi, Turki, Maroko, Tunisia, dan Mesir, memaknai hubungan Islam dan pemerintahan/negara, serta dinamika politik Islam.
Bagian keempat buku 'Relasi Islam dan Negara' mengajak pembaca untuk lebih membumi, dengan menyelami lebih dalam lagi mengenai peran Islam dalam konsensus bernegara di Indonesia. Pandangan Arsul Sani dalam memaknai hubungan Islam dengan Pancasila, NKRI, kebhinekaan, dan berbagai konsensus kebangsaan lainnya, mengantarkan pembaca pada kedewasaan dalam keberagamaan.
"Bermuara pada kesepahaman bahwa hubungan Islam dan negara bukanlah sebuah kontestasi untuk saling dibenturkan, melainkan sebuah sinergi yang saling menguatkan. Sejarah mencatat, hubungan antara Islam dan negara tidak selalu berjalan mulus, selalu ada dinamika seiring laju peradaban dan perkembangan zaman," tandas Bamsoet.
Dewan Pakar KAHMI ini menerangkan, pada bagian kelima buku ini secara khusus membahas artikulasi syariat Islam dalam produk legislasi. Sejatinya, sebagai produk legislasi, syariat Islam telah menjadi bagian dari hukum nasional di Indonesia, misalnya tentang perkawinan, peradilan agama, zakat, haji, wakaf, hingga perbankan syariah.
"Hadirnya berbagai undang-undang tersebut adalah manifestasi tanggung jawab negara untuk memfasilitasi warga negara dalam menjalankan ibadah, dan bukan bentuk campur tangan negara terhadap kehidupan agama, apalagi dimaknai secara sempit sebagai keberpihakan negara pada Islam sebagai agama mayoritas," pungkas Bamsoet.[]