telusur.co.id - Mengingat anggaran yang terbatas, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) diminta fokus melaksanakan program utama riset nasional dalam rencana induk riset dan inovasi nasional (RIRIN). BRIN sebaiknya tak perlu meneliti soal politik kontemporer yang rawan politisasi.
"Lebih baik BRIN segera bereskan masalah kelembagaan, aset, SDM, anggaran riset yang morat-marit, serta fokus pada agenda riset nasional strategis. Jangan ulangi lagi kekeliruan riset seperti dalam kasus riset minyak goreng yang kontroversial," kata anggota Komisi VII DPR Mulyanto, kepada wartawan, Sabtu (25/2/23).
"Jangan sampai terkesan riset BRIN hanya sekedar menjadi stempel pembenar pendapat dari para petinggi negara. Kalau seperti ini BRIN menjadi terpolitisasi. Ini tidak benar," sambungnya.
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR itu mengingatkan anggaran riset BRIN sangat terbatas. Sehingga BRIN harus benar-benar dapat memilih program penting untuk didahulukan daripada program-program titipan yang belum tentu bermanfaat bagi masyarakat.
Anggaran yang seadanya sebaiknya didayagunakan untuk fokus pada riset-riset strategis yang memiliki daya ungkit.
"Dana riset dan inovasi yang hanya sebesar 35 persen atau Rp 2.2 triliun dari total anggaran Iptek tahun 2023 yang sebesar Rp 5.4 triliun harus dieman-eman untuk keperluan yang penting dan berdampak luas bagi masyarakat. Bukan untuk melayani kepentingan elit politik tertentu yang kebetulan menjadi Dewan Pengarah BRIN," singgung Mulyanto.
Untuk diketahui, Sistem pemilu proporsional terbuka atau coblos nama caleg digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh anggota salah satu partai.
Diusulkan agar sistem pemilu kembali menjadi sistem tertutup yang hanya mencoblos lambang partai. Kasus ini memunculkan kontroversi dalam perpolitikan nasional. Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan, pihaknya sedang menggarap penelitian khusus terkait ini.
Menurutnya, BRIN sedang melakukan riset terkait soal sistem proporsional tertutup ataupun terbuka di Pemilu 2024 nanti.[Fhr]