Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Indra, mempertanyakan netralitas aparatur sipil negara (ASN) dan kepala daerah di Pemilu 2019.
Pasalnya, hingga 50 hari jelang pemungutan suara, semakin banyak ASN dan kepala daerah yang mendeklarasikan dukungan kepada paslon tertentu.
Baru-baru ini, deklarasi dukungan dilakukan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo beserta 31 kepala daerah lainnya untuk paslon nomor urut 01 Jokowi-Ma’ruf Amin. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jawa Tengah menduga ada pelanggaran etika dalam deklarasi tersebut.
“Di kasus gubernur Jawa Tengah, di situ jelas kok nama yang disebut bupati bukan si a atau b, jadi jabatan. Ini jelas pelanggaran pemilu. Saya sayangkan Bawaslu rekomendasinya seperti itu,” kata Indra dalam diskusi ‘Pemilu 2019 Jurdil & Luber, Masih Adakah?’ di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya, Jakarta Selatan, Selasa (26/2/19).
Tak hanya menyoroti deklarasi dukungan yang dilakukan gubernur Jawa Tengah, Indra juga menyoroti deklarasi dukungan sejumlah camat di Makassar, Sulawesi Selatan, kepada capres inkumben. Indra mengatakan, deklarasi dukungan itu telah nyata menunjukkan bahwa ASN dan kepala daerah tidak netarl di pemilu.
“Kalau kita lihat pasalnya, ASN itu dilarang kampanye. Para camat harusnya kena pidana pemilu. Harus ada efek jera oleh Bawaslu, saya khawatir bila kasus ini didiamkan akan ada pelanggaran UU secara massif karena mereka punya jabatan,” ungkap dia.
Kini, lanjut Indra, pihaknya menunggu ketegasan penyelenggara pemilu apakah akan menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran yang dilakukan para ASN hingga kepala daerah itu atau tidak.
“Sampai hari ini sudah ada banyak laporan masuk ke Bawaslu, tapi belum ada yang berujung pada pidana. Tapi lihat, ada kepala desa di Pasuruan yang dukung Prabowo-Sandi langsung dipidana. Penyelenggara pemilu tidak boleh tutup mata dengan kasus ini, penyelenggara pemilu harus adil,” ungkap Indra.[far]