Benny K Harman: Prof Mahfud Mau Peralat Polisi untuk Kriminalisasi Denny?  - Telusur

Benny K Harman: Prof Mahfud Mau Peralat Polisi untuk Kriminalisasi Denny? 

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Benny K Harman. Foto: dok. DPR

telusur.co.id - Kicauan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana telah menuai polemik di publik. Karena, dalam kicauannya, Denny mengaku telah mendapat informasi yang menyebut MK telah bersepakat pemilu menggunakan sistem proporsional tertutup.

Di satu pihak ada yang menyebut langkah Denny ini salah, karena telah membocorkan keputusan yang sifatnya rahasia. Di sisi lain, dukungan muncul karena Denny dianggap bisa memberi peringatan untuk MK dalam mengambil keputusan akhir.

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Benny K. Harman setuju dengan pendapat kedua. Bahwa MK harus diawasi dan diperingatkan agar tidak menyesatkan demokrasi.

"MK harus diawasi dan diperingatkan. Denny telah melakukan hal ini agar MK tidak membuat putusan yang sesat dan menyesatkan jalannya demokrasi kita," kata Benny dalam akun twitter @BennyHarmanID, Senin (29/5/23).

Anggota Komisi III DPR ini bahkan menyebut Denny sebagai seorang jurubicara rakyat. Dia juga berharap agar pihak kepolisian menolak laporan yang mengarah ke Denny atas keberanian dalam berpendapat tersebut.

"Terima kasih Bung Denny atas keberaniannya menjadi Jubira = juru bicara rakyat. Prof Mahfud mau peralat polisi untuk kriminalisasi Denny? Mari kita semua berdoa agar Pak Polisi kuat dan berani menolak menjadi alat kekuasaan yang sewenang-wenang," tulis Benny.

Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD menilai, terlepas benar atau salah informasi dari Denny, tindakan itu merupakan pembocoran rahasia negara. Karena, putusan MK tak boleh dibocorkan sebelum dibacakan. 

"Terlepas dari apa pun, putusan MK tak boleh dibocorkan sebelum dibacakan. Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara," kata Mahfud lewat akun Twitternya, Minggu (28/5/23).

Untuk itu, menurut Mahfud, aparat kepolisian harus bergerak selidiki pihak pemberi info A1 kepada Denny tersebut. 

"Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah," ujarnya. 

Mahfud mengingatkan bahwa putusan MK itu menjadi rahasia ketat sebelum dibacakan, tapi harus terbuka luas setelah diputuskan dengan pengetokan palu vonis di sidang resmi dan terbuka. 

"Saya yang mantan Ketua MK saja tak berani meminta isyarat, apalagi bertanya tentang vonis MK yang belum dibacakan sebagai vonis resmi. MK harus selidiki sumber informasinya," tegas Mahfud. 

Sebelumnya, Denny Indrayana, mengaku mendapatkan informasi penting bahwa MK akan memutuskan Pemilu kembali ke sistem proporsional tertutup. 

"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," ujar Denny, lewat akun Twitternya @dennyindrayana pada Minggu (28/5/23).

Denny mengatakan, informasi yang dia dapatkan menyatakan, sebanyak enam Hakim Konstitusi akan mengabulkan proporsional tertutup, tiga Hakim Konstitusi lainnya dissenting opinion.

"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi," kata Denny.

Denny menyebut, jika putusan tersebut benar terjadi, maka akan kembali ke sistem pemilu pada zaman orde baru (orba), yakni otoritarian dan koruptif.

"KPK dikuasai, pimpinan cenderung bermasalah yang dihadiahi gratifikasi perpanjangan jabatan 1 tahun. PK Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, atas Partai Demokrat, diduga ditukarguling dengan kasus korupsi mafia peradilan di MA. Jika Demokrat berhasil 'dicopet' istilah Gus Romi PPP, maka pencapresan Anies Baswedan hampir pasti gagal. Masihkah ada harapan? Yang pasti terus ikhtiar berjuang, sambil menanti kemukjizatan," pungkasnya.[Fhr]


Tinggalkan Komentar