telusur.co.id, Anggota Komisi II DPR RI, Ahmad Irawan menilai kemenangan Indonesia atas Uni Eropa dalam sengketa diskriminasi sawit di Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) bakal memberi berkah bagi perekonomian Indonesia.
Karena itu, Ahmad Irawan berharap, kemenangan ini bisa memberikan dampak positif bagi kesejateraan daerah, khususnya pertumbuhan ekonomi daerah dan masyarakat desa.
"Khususnya bagi pemerintah daerah yang selama ini hanya mengandalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari hasil perkebunan sawit," kata Ahmad Irawan di Jakarta, Minggu (19/1/2025).
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR itu menambahkan, bahwa Pemda bisa semakin menggenjot produksi CPO dan sawit guna mendongkrak pendapatan.
"Akses kita terhadap pasar di Eropa semoga bisa diimbangi dengan kemampuan untuk menambah produktivitas dan produksi sawit," ujar pria yang akrab disapa Wawan
Wawan meyakini, dampak positif terhadap perekonomian daerah, khususnya daerah penghasil sawit akan meningkat. Selain itu, lapangan kerja juga akan bertambah. "Kemenangan dalam sengketa juga diharapkan bisa jadi pengungkit pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan asli daerah (PAD)," ujarnya.
Wawan mengaku sangat senang dengan kemenangan sengketa yang diraih RI ini. Terlebih, kata Wawan, kemenangan tersebut sesuai dengan keinginan Presiden Prabowo Subianto untuk meningkatkan kapasitas dan potensi hasil sawit.
"Kami yakin masyarakat di daerah yang jumlahnya sangat banyak atau sekitar 2,4 juta petani swadaya dan sekitar 16 juta tenaga kerja - menyambut positif putusan sengketa ini. Ini juga sesuai keinginan Presiden Prabowo mengenai sawit untuk kesejahteraan rakyat," imbuhnya.
Politikus Partai Golkar itu berharap, pemerintah dan pemerintah daerah segera menyiapkan kebijakan. Selain itu, menyediakan infrastruktur pendukung untuk mengoptimalkan peluang atas kemenangan dalam sengketa tersebut.
Diketahui, Indonesia menang sengketa di Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) melawan Uni Eropa terhadap minyak kelapa sawit Indonesia. W
WTO memutuskan bahwa kebijakan Uni Eropa, khususnya dalam Renewable Energy Directive (RED), terbukti tidak adil dan merugikan minyak sawit dan biofuel asal Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan kemenangan itu sebagai bukti Indonesia tidak bersalah.
“Kemarin kita menang di WTO untuk kelapa sawit. Ini membuktikan bahwa dalam kasus kelapa sawit dan biodiesel, Uni Eropa melakukan diskriminasi terhadap Indonesia. Kemenangan ini adalah bukti bahwa kita bisa melawan dan kita bisa menang,” kata Airlangga, Jumat, (17/1/2025).
Dalam putusannya, WTO menyoroti bahwa Uni Eropa tidak melakukan evaluasi yang tepat atas data yang digunakan untuk menetapkan biofuel dari alih fungsi lahan kelapa sawit sebagai risiko tinggi (high ILUC-risk). Selain itu, WTO menemukan kelemahan dalam kriteria dan prosedur sertifikasi risiko rendah (low ILUC-risk) yang diterapkan Uni Eropa.
Kebijakan insentif pajak Prancis melalui The French TIRIB juga dinyatakan diskriminatif. Prancis hanya memberikan insentif pajak bagi biofuel berbasis rapeseed dan soybean, sementara mengecualikan biofuel berbasis kelapa sawit.
Keputusan ini bersifat mengikat dan akan diadopsi dalam waktu 60 hari. Uni Eropa diminta untuk dapat menyesuaikan kebijakan dalam Delegated Regulation terkait hal-hal yang tidak sesuai dengan aturan dari WTO.