telusur.co.id - Dalam beberapa hari lagi tahun 2023 akan segera berakhir, dan kita semua akan memasuki tahun baru 2024 dengan harapan yang jauh lebih baik.
Asosiasi Pengajar Hukum Adat Indonesia atau APHA Indonesia melihat, tahun 2023 telah menyisakan sejumlah catatan yang perlu disampaikan, kepada seluruh pemangku kepentingan di Indonesia dan masyarakat pada umumnya terutama terkait RUU Masyarakat Adat, yang hingga kini belum jelas kepastiannya.
Seperti diketahui, RUU Masyarakat Adat telah berulang kali masuk program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas.
Menurut Ketua Umum APHA Indonesia, Profesor Laksanto Utomo, pada era periode Pertama Presiden Joko Widodo dikeluarkan Surat Presiden yang memerintahkan percepatan tentang Percepatan UU Masyarakat Adat. Namun realitasnya, hingga Presiden Joko Widodo akan menyelesaikan jabatan pada periode kedua pada Oktober 2024 RUU Masyarakat Adat tidak kunjung selesai.
“Ini adalah sebuah ironi disebuah negara yang berideologi Pancasila, sebagai negara hukum, dan negara yang katanya menjunjung-tinggi hak asasi manusia (HAM),” ujar Laksanto dalam catatan akhir tahuk APHA Indonesia, Senin (25/12/2023).
Kuat dugaan, sambung Laksanto persoalan RUU menjadi undang-undang tidak kunjung selesai. RUU Masyarakat Adat merupakan indikasi yang tidak terbantahkan bahwa RUU ini dinilai tidak penting dan tidak urgent oleh Pemerintah dan DPR.
“Nampaknya mindset dan pemahaman Pemerintah dan DPR mengenai masyarakat adat, keberadaan masyarakat adat, hak-hak masyarakat adat, dan kondisi masyarakat adat saat ini perlu direformasi (di update),” papar Laksanto.
Bagi Guru Besar Usahid ini penting agar Pemerintah dan DPR betul-betul jernih dan menggunakan hati nurani terdalam, dalam memandang keberadaan masyarakat adat dengan semua aspeknya sebagai bagian dari rakyat Indonesia yang harus dilindungi oleh pemerintah dan negara, terlepas dari berbagai kepentingan lain yang berkelindan dalam isu ini.
“RUU Masyarakat Adat adalah salah satu RUU yang dimaksudkan untuk melindungi masyarakat adat dan hak-hak masyarakat adat sebagai implementasi dari Pasal 18B ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan, bahwa “Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat menurut hukum adat dan hak-hak tradisionalnya selama masih hidup dan sesuai dengan perkembangan zaman, komunitas dan prinsip-prinsip Persatuan Negara Republik Indonesia menurut hukum”. tambahnya.
Upaya APHA Indonesia dalam mendorong penyelesaian RUU Masyarakat Adat dan disahkan menjadi UU Masyarakat Adat telah dimulai sejak berdiri pada tahun 2017. Rapat Dengar Pendapat dengan Badan Legislasi DPR, audiensi dengan Ketua Panja RUU Masyarakat Adat, audiensi dengan Pimpinan DPD RI, audiensi ke Kantor Staf Presiden hingga audiensi ke Dewan Pertimbangan Presiden. Intinya APHA Indonesia meminta Pemerintah dan DPR untuk serius dalam menyelesaikan RUU Masyarakat Adat.
Dalam penilaian APHA Indonesia, salah satu faktor utama penghambat penyelesaian RUU Masyarakat Adat adalah lemahnya political will Pemerintah dan DPR. Padahal political will dari Pemerintah dan DPR ini sangat menentukan dalam menyelesaikan dan mengesahkan RUU Masyarakat Adat menjadi UU Masyarakat Adat.
“Pengesahan RUU Masyarakat Adat ini diyakini akan menjadi berkah luar biasa, bagi masyarakat adat agar mereka memperoleh pengakuan dan penghormatan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari saudaranya sebangsa dan setanah air yang hidup di bumi nusantara, NKRI. Sebab sejak Indonesia Merdeka hingga saat ini, keberadaan masyarakat adat belum diakui oleh pemerintah dan negara.
Konkritnya pengesahan RUU Masyarakat Adat sangat penting antara lain agar masyarakat adat diakui sebagai warga negara Indonesia yang setara dengan warga negara lainnya. Artinya dengan diakui sebagai warga negara Indonesia, maka masyarakat adat memperoleh perlindungan hukum agar dapat hidup dengan aman, tumbuh dan berkembang sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya, serta bebas dari segala bentuk diskriminasi dan kekerasan seperti selama ini sering mereka alami.
“Selain itu, RUU Masyarakat Adat ini menjadi dasar bagi pemerintah dan negara untuk mengembalikan dan memulihkan hak-hak masyarakat adat yang selama ini terabaikan,” ungkapnya.
Bertolak dari pemikiran di atas, APHA Indonesia mendesak Pemerintah dan DPR untuk serius memperkuat political will dan bersinergi menyelesaikan RUU Masyarakat Adat. Masih ada waktu di sisa masa akhir jabatan Presiden dan DPR saat ini untuk menyelesaikan RUU Masyarakakat Adat.
APHA Indonesia menilai kebutuhan terhadap UU Masyarakat Adat ini sudah sangat mendesak agar masyarakat adat memperoleh pengakuan dan penghormatan, sehingga mereka betul-betul memperoleh perlindungan dan terpenuhi hak-haknya sebagai warga negara Indonesia. Tidak ada kata lain, keberadaan masyarakat adat dan hak-haknya wajib dilindungi, diakui dan dihormati.
Akhirnya, APHA Indonesia melalui catatan akhir tahun 2023, meminta Pemerintah dan DPR untuk berkontemplasi, menyadari dan memperkuat political will agar betul-betul serius untuk menyelesaikan dan mengesahkan RUU Masyarakat Adat dipenghujung masa jabatan Presiden dan DPR pada 2024.
“Gunakanlah jabatanmu hanya untuk menebarkan kebaikan, kasih, dan kemaslahatan bagi sesama, makluk hidup dan alam semesta,” pungkasnya.(fie)