Dampak Kebijakan Cukai Hasil Tembakau dan Strategi Penanganan Rokok Ilegal di Indonesia - Telusur

Dampak Kebijakan Cukai Hasil Tembakau dan Strategi Penanganan Rokok Ilegal di Indonesia


Telusur.co.id -Penulis: Aan Afiah, Mahasiswa Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia.

Di Indonesia, cukai hasil tembakau merupakan salah satu yang berkontribusi signifikan terhadap penerimaan negara. Namun, meskipun telah berkontribusi besar terhadap penerimaan negara, peredaran rokok ilegal tetap menjadi kesulitan yang perlu diatasi. Masalah ini muncul akibat berbagai faktor, termasuk struktur pajak yang rumit dan perilaku negatif dari beberapa perusahaan rokok yang memanfaatkan celah dalam regulasi. Selain itu, peredaran rokok ilegal seringkali melibatkan jaringan yang terorganisir, yang membuat pengawasan dan penindakan menjadi semakin sulit.

Pemerintah Indonesia sebenarnya telah melakukan berbagai upaya untuk menekan peredaran rokok ilegal. Salah satu pencapaian besar terjadi antara tahun 2016 hingga 2019, ketika prevalensi rokok ilegal berhasil diturunkan dari 12,1% menjadi hanya 3%. Pencapaian ini menunjukkan bahwa dengan kebijakan yang tepat, dampak peredaran rokok ilegal bisa ditekan. Namun, keberhasilan ini tidak berlangsung lama. Pada 2020, prevalensi rokok ilegal kembali naik menjadi 4,9%, mencerminkan tantangan baru yang harus dihadapi. Bertepatan dengan itu jumlah produksi rokok ilegal juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) menunjukkan bahwa pada 2021, terdapat 489,85 juta batang rokok ilegal yang beredar, dan angka ini melonjak sebesar 17,25% menjadi 574,37 juta batang pada 2022. Lonjakan ini menggambarkan bahwa peredaran rokok ilegal masih menjadi ancaman serius bagi penerimaan negara.

Penyebab utama tingginya peredaran rokok ilegal di Indonesia adalah tingginya permintaan dari masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah, karena harganya yang jauh lebih murah dibandingkan rokok legal yang dikenakan pita cukai resmi dari Bea Cukai. Banyak produsen rokok ilegal yang memanfaatkan rumah industri sebagai tempat produksi dengan menggunakan tenaga kerja yang relatif murah. Maraknya peredaran rokok ilegal ini menimbulkan kerugian besar bagi pemerintah, serta merugikan industri hasil tembakau yang menjalankan kegiatan sesuai aturan. Konsumen yang lebih memilih rokok ilegal tentu merugikan pabrik-pabrik rokok resmi, karena selain merusak pasar, hal ini juga mengurangi penerimaan negara dari pajak tembakau.

Peningkatan peredaran rokok ilegal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor utama adalah kenaikan tarif cukai tembakau yang menyebabkan harga rokok legal semakin mahal. Kenaikan harga rokok legal memicu konsumen dengan daya beli rendah untuk beralih ke rokok ilegal yang lebih murah. Selain itu, lemahnya pengawasan di sejumlah wilayah, terutama di daerah-daerah terpencil dan yang memiliki akses terbatas, menjadi celah yang dimanfaatkan oleh pelaku usaha ilegal untuk mendistribusikan produk mereka. Di daerah-daerah produksi, akses terhadap bahan baku, tenaga kerja, dan fasilitas distribusi yang mudah turut mendukung tingginya angka produksi rokok ilegal. Masalah ini tidak hanya menciptakan ketidakadilan bagi pelaku industri dan petani tembakau, tetapi juga merugikan masyarakat melalui risiko kesehatan serta negara melalui hilangnya potensi penerimaan pajak.

Pelanggaran yang dilakukan dalam peredaran rokok ilegal sangat beragam meliputi penggunaan pita cukai palsu untuk menghindari pemeriksaan, penggunaan pita cukai bekas untuk mengelabui petugas, serta peredaran rokok tanpa pita cukai. Selain itu, ada juga yang menggunakan salah peruntukan pita cukai, misalnya pita cukai yang seharusnya digunakan untuk produk sigaret kretek tangan (SKT) malah digunakan pada produk sigaret kretek mesin (SKM). Kenaikan tarif cukai tembakau yang signifikan setiap tahunnya turut mendorong pertumbuhan pasar gelap rokok ilegal. Hal ini menjadi insentif bagi produsen ilegal untuk meningkatkan produksi mereka. Selain itu, semakin meluasnya jaringan distribusi rokok ilegal memperparah kondisi ini. Pada tahun 2011 dan 2013, rokok ilegal bahkan menyebabkan hilangnya 18,5% dan 12,1% dari total pendapatan pajak tembakau. Dampak negatif dari peredaran rokok ilegal terhadap penerimaan negara jelas sangat signifikan, dan untuk itu, perlu ada upaya maksimal untuk mengurangi peredaran rokok ilegal ini.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan strategi yang komprehensif dan berkelanjutan. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) harus meningkatkan intensitas operasi pengawasan, terutama di daerah-daerah rawan yang menjadi pusat produksi dan distribusi rokok ilegal. Selain itu, penerapan teknologi digital lainnya pada pita cukai, dapat membantu memastikan keaslian produk dan memudahkan masyarakat untuk memverifikasi rokok yang mereka beli. Teknologi ini akan mengurangi kemungkinan rokok ilegal yang beredar di pasar. Pemerintah juga perlu

mengevaluasi kebijakan kenaikan tarif cukai agar tidak terlalu drastis, karena hal ini dapat memperburuk disparitas harga antara rokok legal dan ilegal.

Dengan menetapkan kenaikan tarif yang lebih seimbang, harga rokok legal dapat tetap terjangkau oleh masyarakat, yang pada gilirannya dapat mengurangi minat terhadap rokok ilegal. Selain itu, pemerintah perlu memperketat pengaturan terhadap industri tembakau informal dengan mengenakan pajak pada perusahaan-perusahaan tembakau yang belum terdaftar atau tidak membayar pajak. Dengan kebijakan ini, diharapkan peredaran rokok ilegal dapat ditekan secara signifikan, yang tidak hanya melindungi penerimaan negara, tetapi juga menciptakan keadilan pasar, mendukung kesejahteraan petani tembakau, serta melindungi masyarakat dari dampak kesehatan akibat konsumsi rokok ilegal. Pemerintah dan masyarakat harus bekerja bersama untuk menciptakan pasar yang lebih adil dan transparan, di mana rokok legal dapat bersaing dengan rokok ilegal, dan penerimaan dari sektor ini dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.


Tinggalkan Komentar