telusur.co.id - Musyawarah Kubro Nahdlatul Ulama (NU) yang kembali digelar di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Minggu (21/12/2025), menghasilkan kesepakatan yaitu islah atau rekonsiliasi harus segera diwujudkan, guna mengakhiri konflik internal PBNU.

Forum para Mustasyar dan kiai sepuh itu memberi tenggat waktu tegas, yaitu 3×24 jam, agar pertemuan langsung antara Ketua Umum PBNU dan Rais Aam terlaksana. 

Desakan itu muncul di tengah kegelisahan para ulama atas konflik internal NU yang dinilai berlarut-larut dan mulai berdampak pada soliditas jam’iyah. Untuk ketiga kalinya, Rais Aam PBNU KH Miftachul Achyar kembali absen dari forum Musyawarah Kubro, setelah sebelumnya tidak hadir di Ploso dan Tebuireng.

Rais Syuriyah PBNU KH Muhibbul Aman Aly menegaskan bahwa Musyawarah Kubro Lirboyo tidak dimaksudkan untuk membela atau menghakimi pihak mana pun. Forum ini, kata dia, murni bertujuan membuka ruang komunikasi langsung antara dua pucuk pimpinan PBNU. 

"Forum Lirboyo ini tidak membela dan tidak menghukumi siapa pun. Ini semata-mata untuk membangun komunikasi dua belah pihak. Karena sepengakuan Gus Yahya, beliau belum bisa berkomunikasi langsung dengan pihak Rais Aam," kata KH Muhibbul. 

Menurutnya, ketidakhadiran Rais Aam menandakan adanya hambatan serius dalam komunikasi internal. Padahal, sejumlah syarat kehadiran Rais Aam sempat disampaikan, mulai dari forum tertutup tanpa wartawan hingga tidak membatalkan keputusan Rais Aam. Namun, upaya tersebut belum membuahkan hasil. 

"Nampaknya ada pihak yang tidak menginginkan kehadiran KH Miftach ke Lirboyo. Karena itu, konflik ini harus diselesaikan melalui muktamar yang benar-benar diakui, bukan muktamar yang justru melahirkan konflik baru," katanya. 

Di hadapan ratusan peserta Musyawarah Kubro, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) mengaku siap menjalankan seluruh ijtihad dan kesepakatan yang dihasilkan forum tersebut. Karena, sejak awal dirinya menginginkan islah sebagai jalan keluar. 

“Sejak detik pertama saya senantiasa menginginkan islah. Saya siap bina al-haq bina al-haq bina al-haq, bukan bina al-batil,” ujar Gus Yahya. 

Ia juga terbuka untuk diperiksa dan tabayun atas berbagai tuduhan yang diarahkan kepadanya. Asalkan dilakukan secara terbuka dengan menghadirkan bukti dan saksi.

“Saya senantiasa terbuka untuk diperiksa dan ditabayunkan atas apa pun yang dituduhkan kepada saya, melalui cara apa pun, dengan menghadirkan seluruh bukti dan saksi yang diperlukan,” tegasnya.

Gus Yahya mengungkapkan bahwa dirinya telah mengirim pesan kepada Rais Aam untuk meminta waktu bertemu guna menindaklanjuti kesepakatan forum. Namun, hingga Musyawarah Kubro berakhir, belum ada jawaban yang diterimanya.

“Saya akan menunggu sampai 3×24 jam, dan selanjutnya akan saya laporkan hasilnya,” kata Gus Yahya, disambut takbir dan tepuk tangan peserta forum.

Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo KH Abdullah Kafabihi Mahrus menyampaikan keprihatinan mendalam atas dinamika yang terjadi. Langkah-langkah sepihak dalam penyelesaian konflik justru berpotensi memperlebar jurang perpecahan.

“Kalau ulama cekcok, yang rugi adalah umat. Artinya kita semua sepakat islah, tinggal caranya bagaimana. Kalau ini tidak bisa ditempuh, jalan satu-satunya adalah muktamar sebagai jalan akhir,” ujarnya.

Senada disampaikan mantan Wakil Presiden RI KH Ma’ruf Amin yang mengikuti Musyawarah Kubro secara daring.

 Ia menegaskan bahwa forum Lirboyo seharusnya menjadi momentum penutup konflik, bukan justru babak baru.

“Mendahulukan kemaslahatan jam’iyah lebih utama daripada kepentingan pribadi. Sejak awal, NU selalu menyelesaikan persoalan melalui musyawarah mufakat atau keputusan muktamar,” kata KH Ma’ruf. 

KH Ma'ruf mengingatkan bahwa dalih menghindari mudarat yang belum nyata justru berpotensi melahirkan mudarat yang lebih besar, yakni perpecahan jam’iyah.

Mantan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj menambahkan, konflik yang terjadi bukan soal ambisi personal, melainkan tertib organisasi. Ia mengingatkan pentingnya menghormati AD/ART NU.

“Kita harus menghormati AD/ART, jangan dianggap seperti bungkus kacang. Hormati para Mustasyar. Kalau pertemuan ketiga ini sampai gagal, sampai kapan kita harus sowan?” ujarnya.

Menurut Said Aqil, dampak konflik di tingkat pusat telah merembet ke daerah. Untuk itu, wacana mengembalikan mandat kepada pemilik suara muktamar dinilai sebagai opsi terakhir demi menyelamatkan NU sebagai warisan besar para pendirinya.

Di tengah menguatnya desakan dari PCNU dan PWNU, batas waktu 3×24 jam kini menjadi penanda krusial. Jika islah gagal diwujudkan dalam rentang waktu tersebut, dorongan untuk segera menggelar muktamar yang dianggap legitimate diperkirakan akan semakin menguat.

Musyawarah Kubro Lirboyo pun ditutup dengan satu kesepakatan tak tertulis namun tegas: islah tetap menjadi jalan utama. [Nug]