Dr. Bayu Sasongko, S.H., M.M : Sinergitas Aparat Penegak Hukum Terhadap Penguatan Tim Asesmen Terpadu Atasi Penyalahgunaan Narkotika - Telusur

Dr. Bayu Sasongko, S.H., M.M : Sinergitas Aparat Penegak Hukum Terhadap Penguatan Tim Asesmen Terpadu Atasi Penyalahgunaan Narkotika

Bayu Sasongko, Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum, resmi meraih gelar Doktor Setelah Berhasil Mempertahankan Disertasinya

telusur.co.id -Universitas Borobudur dengan bangga menggelar sidang terbuka promosi doktor di bidang Ilmu Hukum, yang berlangsung dengan sukses pada hari ini. Bayu Sasongko, mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum, resmi meraih gelar Doktor setelah berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul, “Sinergitas Aparat Penegak Hukum Terhadap Upaya Penguatan Tim Asesmen Terpadu dalam Mengatasi Penyalahgunaan Narkotika”. Acara diselenggarakan dengan penuh khidmat di Auditorium Universitas Borobudur, Jakarta, dan dihadiri oleh kalangan akademisi, pejabat kampus, serta keluarga besar Bayu Sasongko.

Sidang promosi doktor ini dipimpin oleh Prof. Dr. Ir. Rudi Bratamanggala, M.M, Wakil Rektor II Universitas Borobudur, yang juga bertindak sebagai ketua sidang. Sidang tersebut dihadiri oleh Prof. Dr. H. Faisal Santiago, S.H., M.M, yang bertindak sebagai promotor, serta Dr. Tina Amelia, S.H., M.H sebagai ko-promotor. Dewan penguji sidang doktoral ini terdiri dari akademisi terkemuka, yakni Dr. Drs. I Wayan Wiryawan, M.H. dan Prof. Dr. Abdullah Sulaiman, S.H., M.H. yang memberikan masukan kritis serta pertanyaan untuk menguji keabsahan dan kedalaman penelitian Bayu Sasongko.

Disertasi Bayu Sasongko berjudul “Sinergitas Aparat Penegak Hukum Terhadap Upaya Penguatan Tim Asesmen Terpadu dalam Mengatasi Penyalahgunaan Narkotika” yang memberikan penekanan pentingnya sinergi antar aparat penegak hukum seperti BNN, Kepolisian, dan Kejaksaan dalam memperkuat peran Tim Asesmen Terpadu (TAT) guna menangani penyalahgunaan narkotika secara lebih efektif dan manusiawi. TAT berperan untuk mengidentifikasi apakah pelaku penyalahgunaan layak direhabilitasi atau harus diproses pidana. Sayangnya, dalam praktik masih banyak pengguna narkotika yang dipenjara tanpa pertimbangan rehabilitasi, akibat lemahnya implementasi dan koordinasi lintas lembaga.

Penelitian oleh Bayu ini menekankan bahwa penanganan penyalahgunaan narkotika seharusnya tidak hanya menggunakan pendekatan represif, tetapi juga mempertimbangkan aspek rehabilitatif. Dalam konteks ini, peran TAT menjadi penting karena dapat memberikan rekomendasi berdasarkan asesmen medis, psikologis, dan hukum secara terpadu. Namun, masih terdapat kendala seperti tumpang tindih kewenangan, inkonsistensi prosedur, serta perbedaan pendekatan antara institusi penegak hukum yang menghambat efektivitas TAT. Secara teoritis, penelitian ini berpijak pada tiga teori utama: teori keadilan, teori efektivitas hukum, dan teori pembaharuan hukum. Ketiganya digunakan untuk mengkaji bagaimana regulasi yang ada belum optimal, serta bagaimana seharusnya regulasi diperbaharui untuk mendukung kerja sama antar institusi. Dalam hal ini, sinergi di antara institusi penegak hukum harus dikuatkan dengan standar asesmen yang jelas dan sistem hukum yang lebih adaptif terhadap kebutuhan rehabilitasi.

Lebih jauh, penelitian ini Bayu merekomendasikan formulasi ideal berupa penguatan regulasi asesmen, pembentukan tim asesmen multidisipliner, serta pemanfaatan teknologi dan sistem reward-punishment bagi aparat hukum. Penegakan hukum berbasis pendekatan humanistik dan keadilan restoratif harus menjadi arah baru dalam kebijakan narkotika, dengan menjadikan pengguna sebagai subjek pemulihan, bukan hanya objek pemidanaan. Di tingkat implementasi, sistem TAT di Indonesia dinilai belum optimal.

Banyak proses asesmen yang tidak berjalan sesuai mekanisme yang ditentukan, kurangnya pemahaman aparat hukum, serta terbatasnya fasilitas rehabilitasi menjadi hambatan utama. Oleh karena itu, diperlukan penguatan kapasitas sumber daya manusia, harmonisasi regulasi, dan integrasi data antarlembaga agar proses asesmen dapat berjalan objektif, akurat, dan tepat sasaran. Akhirnya, disertasi ini menyimpulkan bahwa dengan sinergi yang lebih kuat, pendekatan hukum yang lebih humanis, dan reformasi regulasi yang menyeluruh, sistem penanganan penyalahgunaan narkotika di Indonesia dapat lebih efektif, berkeadilan, dan berorientasi pada pemulihan sosial pelaku, sekaligus mengurangi overkapasitas lembaga pemasyarakatan.

Sidang yang berlangsung kurang dari dua jam ini juga mencakup sesi tanya jawab dari para penguji. Pertanyaan yang diajukan berfokus pada urgensi sinergitas antar aparat penegak hukum, efektivitas pelaksanaan Tim Asesmen Terpadu (TAT), serta tantangan dalam mereformulasi regulasi yang mampu menyeimbangkan pendekatan hukum dan rehabilitasi. Bayu menjawab setiap pertanyaan dengan lugas dan meyakinkan, menunjukkan pemahaman mendalam terhadap konsep keadilan restoratif, teori pembaharuan hukum, dan kebutuhan akan sistem asesmen terpadu yang integratif.

Promotor Bayu, Prof. Dr. H. Faisal Santiago, S.H., M.M, dalam sambutannya menyatakan kebanggaannya atas pencapaian Bayu. “Saya sangat bangga atas pencapaian Bayu hari ini. Ia tidak hanya menyelesaikan studi doktoralnya dengan baik, tetapi juga menghadirkan sebuah disertasi y

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Tinggalkan Komentar