telusur.co.id - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, menanggapi usulan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) diubah statusnya menjadi lembaga ad hoc. Zulfikar menegaskan bahwa evaluasi terhadap penyelenggara pemilu memang penting, tetapi perubahan status lembaga tersebut tidak sejalan dengan amanat konstitusi.
“UUD 1945 telah mengamanatkan bahwa pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Hal ini tercantum dalam Pasal 22E Ayat 5,” kata Zulfikar dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, dikutip Senin (25/11/24).
Politisi Partai Golkar itu menekankan bahwa segala perubahan terkait KPU dan Bawaslu harus didasarkan pada ketentuan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Kita harus mengakui adanya berbagai persoalan dalam penyelenggaraan pemilu. Oleh karena itu, evaluasi harus dilakukan, terutama terkait rekrutmen dan seleksi penyelenggara pemilu di semua tingkatan. Hal ini bertujuan menghasilkan penyelenggara pemilu yang berintegritas, kapabel, dan profesional, sehingga tidak dapat diintervensi oleh pihak mana pun. Dengan demikian, kita dapat mewujudkan pemilu yang berkualitas dan legitimasi yang tinggi,” jelasnya.
Zulfikar menegaskan bahwa alih-alih mengubah status KPU dan Bawaslu menjadi lembaga ad hoc, evaluasi yang menyeluruh terhadap mekanisme rekrutmen adalah langkah yang lebih tepat.
Usulan untuk menjadikan KPU dan Bawaslu sebagai lembaga ad hoc muncul seiring pelaksanaan Pemilu 2024 yang serentak melibatkan Pemilihan Legislatif, Pemilihan Presiden, dan Pemilihan Kepala Daerah. Argumentasi di balik usulan ini adalah untuk menghemat anggaran negara karena tidak ada pesta demokrasi besar dalam waktu dekat.
Menanggapi hal ini, Zulfikar menilai bahwa keberadaan lembaga penyelenggara pemilu justru semakin relevan jika ide pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu lokal diwujudkan melalui revisi UU Pemilu.
“Tugas KPU, Bawaslu, dan DKPP tidak hanya berlangsung saat tahapan pemilu berlangsung. Di tahun-tahun non-pemilu, mereka dapat fokus meningkatkan kapasitas kelembagaan dan infrastruktur kepemiluan melalui kegiatan seperti sosialisasi, pelatihan, kajian, edukasi, dan literasi kepemiluan,” ujar Zulfikar.
Ia menegaskan bahwa peran penyelenggara pemilu yang kuat dan berkesinambungan diperlukan untuk menjamin keberlangsungan demokrasi yang sehat dan efektif.
“Perubahan status menjadi ad hoc justru akan melemahkan upaya untuk membangun sistem pemilu yang lebih kokoh dan matang,” pungkasnya. [Tp]