Firli Bahuri Terbukti Langgar Etik, MAKI: Mestinya Diberhentikan Tak Hormat - Telusur

Firli Bahuri Terbukti Langgar Etik, MAKI: Mestinya Diberhentikan Tak Hormat


telusur.co.id - Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan meminta Ketua nonaktif KPK, Firli Bahuri, untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pimpinan lembaga antirasuah. Firli tebukti melakukan pelanggaran kode etik berat, karena melakukan hubungan langsung atau tidak langsung dengan mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL), yang tengah beperkara di KPK. 

Firli juga terbukti tidak jujur melaporkan harta kekayaannya serta menyewa rumah di Jalan Kertanegara Nomor 46, Jakarta Selatan.

Terkait itu, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman memuji Dewas KPK atas keberaniannya, meski begitu MAKI memiliki catatan.

Menurutnya, sebagai pelapor, MAKI menyebut sebenarnya Dewas KPK bisa melakukan tindakan lebih jauh, yakni memberikan rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo supaya Firli diberhentikan secara tidak hormat.

"Mestinya ini ditambahi. Diminta mengundurkan diri dan direkomendasikan pada presiden untuk diberhentikan dengan tidak hormat. Justru itu saya memohon kepada Paduka, Yang Mulia Presiden Jokowi nantinya dalam memberhentikan Pak Firli mestinya disertai dengan tidak hormat. Karena apa? Melanggar kode etik berat," kata Boyamin dalam keterangannya, Rabu (27/12/23).

Boyamin juga menyebut Firli sebagai beban KPK. Sebab itu, putusan ini membuat beban lembaga antikorupsi ini hilang.

Ke depan, tinggal bagaimana KPK menorehkan prestasi untuk memberantas korupsi.

"Apa pun saya pernah menyatakan, Pak Firli ini menjadi beban KPK. Dengan sudah diputus oleh Dewan Pengawas hari ini, maka beban itu sudah hilang dan tinggal melakukan prestasi ke depannya oleh KPK," tuturnya.

Diketahui, dalam putusannya soal Firli Bahuri, Dewas KPK mempertimbangkan sejumlah hal. 

Dewas menilai tidak ada hal yang meringankan sanksi terhadap Firli. Untuk hal yang memberatkan, Dewas KPK menilai Firli tidak mengakui perbuatannya.

Lalu, tidak hadir dalam persidangan kode etik dan pedoman perilaku tanpa alasan yang sah meskipun telah dipanggil secara sah dan patut, serta berusaha memperlembat jalannya persidangan.

"Sebagai ketua dan anggota KPK seharusnya menjadi contoh dalam mengimplementasikan kode etik, tetapi malah berperilaku sebaliknya. Terperiksa pernah dijatuhi sanksi kode etik," ujar Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, dalam sidang putusan pada Rabu.

Dewas KPK mengungkapkan bahwa sejumlah aset Firli Bahuri yang dibeli atas nama istrinya, Ardina Safitri, tetapi tidak dilaporkan ke laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).

Hal tersebut termuat dalam dokumen putusan yang dibacakan Majelis Etik Dewas KPK pada Rabu.

"Bahwa dalam LHKPN Tahun 2020, 2021 dan 2022, terperiksa (Firli Bahuri) juga tidak melaporkan pembelian aset atas nama istri terperiksa, Sdri. Ardina Safitri," ucap Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris saat membacakan fakta hukum, di Kantor Dewas KPK, Jakarta Selatan, Rabu (27/12/23).

Berikut daftar aset yang tak dilaporkan Firli Bahuri:

1. Essence Dharmawangsa Apartement Unit ET2-2503 pada bulan April 2020.

2. Sebidang tanah yang terletak di Kelurahan Jakasetia, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi, dengan luas 306 meter persegi berdasarkan Akta Jual Beli Nomor: 437/2021 tanggal 20 Juni 2021.

3. Sebidang tanah di Desa Cikaret, Kecamatan Kebonpedes, Kabupaten Sukabumi, dengan luas 2.727 meter persegi melalui Akta Jual Beli Nomor: 359/2021 tanggal 01 Desember 2021.

4. Sebidang tanah di Desa Bojongkoneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, dengan luas 2.052 meter persegi berdasarkan Akta Jual Beli Nomor: 192/2022 tanggal 17 Oktober 2022.

5. Sebidang tanah Sertifikat Hak Milik Nomor: 2198 di Sukabangun-Palembang dengan luas 520 meter persegi tahun 2021.

6. Sebidang tanah dengan Sertifikat Hak Milik Nomor: 2186 di Sukabangun-Palembang dengan luas 1477 meter persegi tahun 2021.

7. Sebidang tanah Sertifikat Hak Milik Nomor: 2366 di Desa Sinduharjo-Sleman dengan luas 532 meter persegi berdasarkan Akta Jual Beli Nomor: 03/2022 tanggal 24 Februari 2022

Fakta tersebut didukung dengan keterangan sejumlah saksi seperti Direktur LHKPN KPK Isnaini, Kevin Egananta Joshua, Hendra, Gerardus Edwar Prandudi, Andre Tri Saputra dan Abdul Haris serta barang bukti dokumen berupa bukti pembayaran maintenance fee dan utility fee unit ET2-2503 Essence Dharmawangsa Apartment periode April 2020-November 2023 dan Official Receipt.

Sementara itu, Anggota Dewas KPK Indriyanto Seno Adji menepis pengakuan Firli dalam berita acara klarifikasi (BAK) yang menyampaikan tidak ada unsur kesengajaan untuk tidak melaporkan valas senilai Rp7,8 miliar dan pengeluaran berupa pembayaran uang sewa rumah di Jalan Kertanegara Nomor 46.

"Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi Isnaini yang menjabat sebagai Direktur LHKPN pada Kedeputian Bidang Pencegahan, setiap Penyelenggara Negara wajib menyampaikan seluruh harta dan utang miliknya dan pasangannya ke dalam LHKPN sehingga kepemilikan valas dan pembayaran sewa rumah juga termasuk komponen yang wajib dilaporkan dalam LHKPN," kata Indriyanto.

Firli juga terbukti berkomunikasi dengan eks Mentan SYL. Menurut Dewas KPK, Firli Bahuri tetap melakukan komunikasi dengan Syahrul Yasin Limpo usai mantan Menteri Pertanian itu ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan, penerimaan gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris, mengatakan komunikasi terjadi ketika SYL sedang berada di Roma, Italia dan saat tim penyidik KPK menggeledah rumah Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono.

"Bahwa setelah Surat Perintah Penyidikan atas nama saksi Syahrul Yasin Limpo ditandatangani dan ditetapkan sebagai tersangka, terperiksa kembali melakukan komunikasi dengan saksi Syahrul Yasin Limpo melalui pesan WhatsApp pada bulan September 2023 pada saat saksi Syahrul Yasin Limpo berada di Roma dan Penyidik KPK melakukan penggeledahan di rumah saksi Kasdi Subagyono," kata Haris kala membacakan fakta hukum dalam sidang putusan kode etik dan pedoman perilaku.

"Dalam komunikasi tersebut saksi Syahrul Yasin Limpo mengatakan 'Mohon izin jenderal, baru dapat infonya. Kami mohon petunjuk dan bantuan karena masih di LN. Tabe.' Dan dijawab oleh terperiksa yang kemudian dihapus. Komunikasi ini pun tidak disampaikan oleh terperiksa kepada pimpinan yang lain," imbuhnya.

Adapun pertemuan Firli dengan Syahrul Yasin Limpo dilakukan di rumah Jalan Kertanegara Nomor 46, Jakarta Selatan, rumah kediaman di Villa Galaxy di Bekasi, dan GOR bulu tangkis di Mangga Besar.

Majelis Etik Dewas KPK mengungkapkan SYL membawa tangkapan layar pesan yang dihapus Firli tersebut.

"Menimbang, bahwa pada saat pemeriksaan saksi Syahrul Yasin Limpo telah memberikan persetujuan kepada Dewan Pengawas untuk dapat mengakses dan menggunakan bukti screenshot komunikasinya dengan terperiksa yang telah disita oleh Penyidik KPK sebagai bukti dalam menindaklanjuti dugaan pelanggaran kode etik dan kode perilaku yang dilakukan oleh terperiksa," jelas Haris.

"Menimbang, bahwa terperiksa dalam Berita Acara Klarifikasi menyatakan meragukan keabsahan percakapan antara terperiksa dengan saksi Syahrul Yasin Limpo dalam bentuk screenshot, namun keraguan terperiksa tersebut tidak beralasan karena selain tidak didukung oleh alat bukti lain juga berdasarkan keterangan ahli digital forensik Saji Purwanto, screenshot tentang komunikasi terperiksa dengan saksi Syahrul Yasin Limpo melalui aplikasi WhatsApp yang bersumber dari HP milik saksi Syahrul Yasin Limpo yang disita oleh Penyidik KPK dan dijadikan sebagai bukti di persidangan adalah benar dan bukan hasil editing," sambungnya.[Fhr]
 


Tinggalkan Komentar