telusur.co.id - Sampai hari ini, belum ada komoditi pertanian yang nilai ekonominya bisa lebih dari pada pertembakauan.
Artinya, potensi dari sisi ekonomi, kemudian juga peningkatan penerimaan negara dan kesejahteraan masyarakat, termasuk penyerapan tenaga kerja, dampak sosialnya luar biasa.
Begitu disampaikan Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Pertembakauan, Firman Soebagyo, dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk "Menakar Urgensi RUU Pertembakauan" di Media Center Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/9/21).
Menurut Firman, dengan adanya industri pertembakauan, petani bisa membangun wilayah diri, dengan hasil penghasilan tembakau yang luar biasa. Bisa menyekolahkan anaknya sampai lulus jadi dokter, ada juga yang jadi Insinyur.
"Dan kemudian industri pertembakauannya sendiri di hilirnya, itu karyawannya itu rata-rata hampir sebagian besar yang bekerja sebagai prokok linting itu, baik di Kudus, di Jawa timur, Malang saya keliling itu rata-rata perempuan semua, yang usia kerja nya sudah mencapai rata-rata 30 tahun," kata Firman.
Oleh karena itu, kata Firman, diperlukan undang-undang pertembakauan untuk mengatur dari hulu hingga hilirnya.
Firman melansir data dari Bea Cukai, target penerimaan cukai rokok melebihi target yang ditetapkan pemerintah. Pada tahun 2020, penerimaan cukai rokok Rp176,31 triliun dari target Rp173 triliun yang kemudian diturunkan lagi berdasarkan Keppres menjadi Rp170,2 triliun.
"Ini luar biasa. Artinya ini adalah merupakan penyokong APBN kita. Dana cukai ini kembali kepada petani relatif kecil, terbanyak disubsidi untuk BPJS Kesehatan. Artinya apa, orang sakit pun yang menumpang biaya pengobatan dari cukai tembakau,” terang Anggota Komisi IV DPR RI ini.
Politikus Golkar itu menuturkan, uang dari cukai rokok atau tembakau tersebut, juga dinikmati oleh dokter yang melayani pasien peserta BPJS Kesehatan. Uang cukai rokok itu ada feedback-nya kepada dokter.
"Nah, kalau ini mau dimatikan kita sepakat undang-undang ini kita ketok dan kita tutup tembakau, maka diam dia. Tetapi pertanyaan saya, bisa gak mengganti penerimaan Rp170 triliun itu sumbernya dari mana?" tanya Firman.
Tak hanya itu, tenaga kerja yang di pabrik rokok itu mau kerja dimana dan BPJS Kesehatan akan disubsidi dari mana, lalu kemudian juga petani tembakau akan beralih profesi apalagi.
Firman Soebagyo juga menyinggung kampanye anti rokok atau tembakau. Ada dua 2 skenario dari kampanye anti tembakau tersebut.
Pertama, dari industri farmasi kelompok Bloomberg. Mereka menggerakkan anti tembakau agar digeser kepada farmasi. Tembakau secara perlahan akan digantikan dengan tembakau sintetis dan itu sudah terjadi di industri rokok di Indonesia.
Kedua, muncul rokok liquid yang juga industri farmasi. Menurutnya, ini persaingan dagang menggunakan instrumen-instrumen media tertentu yang dibiayai cukup besar oleh Bloomberg untuk menghajar tembakau terus menerus.
“Rokok bertembakau dijustifikasi adalah pembunuh, maka lebih dahsyat mana asap rokok dibandingkan dengan asap mobil. Lebih dahsyat mana asap rokok dibandingkan dengan asap industry. Bahkan Presiden Amerika Joe Biden mengatakan tidak ada bukti bahwa rokok mematikan,” urai Firman.
Oleh karena itu, Firman meminta semua pihak tidak menutup mata bahwa tembakau ini punya potensi dari aspek ekonomi juga dari aspek sosial, industri, dan tenaga kerja.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Pansus RUU Pertembakauan, Cucun Ahmad Syamsurizal mengatakan, RUU Pertembakauan ini menjadi kebutuhan yang sangat mendesak demi melindungi petani tembakau lokal.
“UU ini sudah keniscayaan yang harus diwujudkan, kalau tidak, ya mau sampai kapan,” kata ucun yang juga Ketua Fraksi PKB DPR RI itu.
Sementara itu, Pengamat ekonomi politik Salamudin Daeng menilai RUU Pertembakauan ini sangat berat tantangannya. Karena berhadapan langsung dengan rezim internasional yang namanya WHO Framework Convention on Tobacco Control.
“Itu regulasi yang sangat kuat, karena dipayungi oleh PBB dan FCTC langsung diturunkan ke dalam UU Kesehatan,” katanya.
Namun, kata Salamudin, Indonesia masih bisa mempunyai UU Tembakau yang mampu memberikan perlindungan menyeluruh terhadap kegiatan pertanian. Karena komoditas tembakau dalam rezim internasional WTO masih merupakan komoditas pertanian. [Tp]
Firman Soebagyo: Cukai Tembakau Itu Penyokong APBN Kita

Diskusi Forum Legislasi bertajuk "Menakar Urgensi RUU Pertembakauan" di Media Center Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/9/21). (Foto: telusur.co.id/Bambang Tri)