telusur.co.id -JAKARTA - Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum Bidang Perdata, Tata Usaha Niaga, dan Penataan Barang Milik Negara, Firman Wijaya mendorong agar Kementerian Pekerjaan Umum terus memperkuat tata kelola pembangunan infrastruktur yang ada.
Pihaknya mengajukan tiga langkah strategis untuk mewujudkan langkah tersebut, yakni optimalisasi penyelesaian sengketa, penguatan sinergi lintas sektor, dan percepatan kolaborasi dalam pembangunan fasilitas sosial seperti pesantren.
Firman menjelaskan bahwa, mekanisme litigasi selama ini sering memperlambat penyelesaian sengketa konstruksi karena prosesnya panjang dan terbuka untuk umum.
“Karena itu, kami mendorong supaya penggunaan arbitrase khusus konstruksi seperti BADAPSKI yang lebih cepat dan melibatkan arbiter dengan kompetensi teknis. Ini sangat penting demi menjaga keberlanjutan proyek strategis dan memberi kepastian bagi negara," jelas Firman. Rabu, (03/12/2025).
Tidak hanya itu, Firman juga menekankan pentingnya melembagakan kolaborasi antara berbagai unsur seperti hukum, sains, dan politik dalam setiap perumusan kebijakan.
Khusus mengenai dukungan pemerintah terhadap pembangunan kembali pondok pesantren pasca tragedi Al-Khoziny, pihaknya mengatakan bahwa negara memiliki dasar hukum kuat melalui UU Pesantren.
"Pemerintah hadir memastikan keselamatan santri. Kesepakatan Bersama Tiga Menteri menjadi instrumen penting untuk mempermudah proses PBG, pendampingan teknis, hingga pembebasan retribusi bagi pesantren,” urainya.
Menurutnya, seluruh langkah ini sejalan dengan arah kebijakan PU 608, yang menempatkan infrastruktur sebagai pendorong utama efisiensi investasi, pengentasan kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi nasional.
"Telah kita ketahui bersama bahwa peran infrastruktur tidak hanya tentang bangunan, melainkan instrumen keadilan bagi rakyat,” tandasnya.
Momentum Hari Bakti PU
Merefleksikan peringatan Hari Bakti Pekerjaan Umum (PU) ke-80, Firman menyebut saatnya Kementerian PUPR kembali mempertegas komitmennya untuk menghadirkan infrastruktur yang semakin adaptif, inklusif, dan berketahanan menghadapi era baru pembangunan.
"Refleksi delapan dekade pengabdian sektor PU menjadi momentum penting untuk tidak sekadar mengenang kembali sejarah pelayanan pembangunan, tapi juga sebagai titik tolak untuk memperkuat arah pembangunan yang lebih kontekstual," ujarnya.
Menurut Firman, transformasi sektor pekerjaan umum kini telah memasuki babak baru yang lebih krusial seiring bertambahnya kebutuhan masyarakat disertai dinamika iklim pembangunan yang menuntut efisiensi tata ruang dan infrastruktur modern.
"Karena itu, desain pembangunan yang berorientasi pada penguatan konektivitas nasional, percepatan penyediaan hunian layak, hingga pembangunan infrastruktur dasar lainnya begitu mendesak untuk direalisasikan," terang Firman.
Firman berharap, PUPR ke depan dapat menargetkan pemanfaatan teknologi konstruksi hijau, percepatan penggunaan digitalisasi layanan, hingga penguatan mitigasi bencana sebagai agenda prioritas strategis.
"Dengan demikian, Hari Bakti PU ke-80 adalah momentum tepat untuk merancang pembangunan infrastruktur yang tangguh, produktif dan berdaya saing global," pungkasnya.
Pihaknya meyakini bahwa desain dan arah kebijakan baru ini dapat diwujudkan di bawah nakhoda Menteri PUPR Dody Hanggodo yang dikenal memiliki visi pembangunan yang visioner dan adaptif terhadap perubahan zaman. (ari)



