Indonesia di Jurang Krisis, Pemerintah Jangan Risih dengan Kritikan - Telusur

Indonesia di Jurang Krisis, Pemerintah Jangan Risih dengan Kritikan

Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie. (Foto: telusur.co.id).

telusur.co.id - Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie mengatakan, pemeritah perlu berhati-hati dalam spending money (menggunakan uang) jangan banyak wasting money atau membuang anggaran.

Hal itu disampaikan Jerry dalam webinar yang diselenggarakan lembaga Political and Public Policy Studies  bertema Indonesia di Jurang Krisis Ekonomi, Sabtu (22/8/20).

Jerry mengingatkan, jangan sampai dalam pengeluaran anggaran terjadi windows dressing.

Hal ini mengacu pada upaya membuat laporan keuangan baik perusahaan dan di pemerintah terlihat lebih baik daripada realitas yang ada. Lantaran bisa ada tindakan memanipulasi angka, data, dan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut.

Jerry kemudian mengingatkan tentang sejarah perekonomian Indonesia di bawah beberapa Presiden sebelum Jokowi.

Kalau era Soekarno dia bisa di juluki The Lion of Asia (Singa Asia), era Soeharto Indonesia di juluki The Tiger of Asia (Macan Asia) dan era Gus Dur ada istilah populer dari Rizal Ramli The Eagle Of Asia (Rajawali Asia) atau 'Rajawali Kepret'.

Jerry mengatakan, sudah 12 negara yang sudah masuk jurang krisis dan negara tetangga kita Thailand, Singapura, Malaysia dan Filipina. Dengan kondisi pertumbuhan ekonomi minus 5,32 persen, maka Indonesia hampir masuk jurang krisis, jadi perlu orang-orang hebat di tim ekonomi Jokowi. Saat ini menurut Jerry agak lemah kinerjanya dan perlu dirotasi.

“Jadi pemerintah jangan risih dengan kritikan para pakar-pakar ekonomi, kritik itu care (peduli), input (memberikan masukan), respectful (rasa hormat), timing (waktu yang tepat), inspire (memberikan inspirasi), constructive (membangun). Itulah istilah 'Critic',” ujarnya

Mantan Menteri Koordinator Perekonomian era Gus Dur, Rizal Ramli, berkali-kali menyampaikan kritik kepada pemerintah.

Dalam webinar, dia kembali mengatakan sudah sejak Januari 2020 mewanti-wanti pemerintah mengenai bahaya pandemi Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia. Tetapi, kata dia, pemerintah baru sadar pada pertengahan Maret sehingga langkah-langkah yang diambil pemerintah untuk menyelamatkan perekonomian sudah terlambat.

Rizal Ramli mengatakan dampak pandemi Covid-19 telah memperbesar kondisi krisis ekonomi di Indonesia.

Krisis yang terjadi sekarang, menurut Rizal Ramli, berbeda dengan krisis yang terjadi pada masa awal transisi reformasi 1998.

Kalau tahun 1998, kata dia, ekspor masih hidup dan orang di luar Jawa masih memiliki aktivitas ekonomi yang hidup. Sementara sekarang ini, ekspor mati dan wilayah Jawa dan luar Jawa terkena dampak serius. Dampaknya merata, kata Rizal Ramli.

Kondisi sekarang dinilai semakin parah, terutama karena pemerintah tidak all out. Menurut dia tidak ada revolusi anggaran untuk fokus menangani dampak Covid-19, anggaran untuk masyarakat kurang mampu dan anggaran untuk membantu meningkatkan produksi pangan.

Padahal, kata Rizal Ramli, kalau pemerintah fokus, maka dapat memompa daya beli masyarakat menengah ke bawah. Tapi pemerintah dinilai lebih banyak masih dalam tahap perencanaan dan uji coba. Padahal, pandemi Covid-19 sudah berlangsung enam bulan, tapi pemerintah dinilai masih lebih banyak coba-coba.

Ekonom Universitas Gadjah Mada Gunawan Sumodiningrat memberikan masukan kepada pemerintah untuk bisa keluar dari masalah ekonomi sekarang ini, harus kembali ke jati diri bangsa, yaitu membangun dari desa, membangun dari bawah, mulai dari usaha mikro, BUMDES.

Menurut dia saat ini sangat penting untuk melakukan pemberdayaan ekonomi rakyat atau masyarakat ekonomi kelas menengah ke bawah. [Tp]


Tinggalkan Komentar