telusur.co.id - Indonesia mendorong penyelesaian draf rancangan Perjanjian Ekstradisi ASEAN atau ASEAN Extradition Treaty (AET) agar dapat difinalisasi sebelum berakhirnya tahun 2024.
Hal tersebut disampaikan oleh alternate head of delegation, Plt Direktur Otoritas Pusat dan Hukum Internasional, Ditjen AHU, Kemenkumham RI, Andry Indrady dalam sesi pernyataan Ketua Delegasi pada putaran ke-12 ASEAN Law Ministers Meeting (ALAWMM) yang dilangsungkan melalui video conference.
“Upaya kami dalam memperkuat kerja sama hukum terus berlanjut seiring dengan pengembangan AET dalam kelompok kerja ASLOM. Saat ini, perundingan (AET) telah mencapai putaran ke-7 dan diharapkan menuju pada draf final pada tahun 2024," sebut Andry. Kamis, (25/1/2024).
Dalam mencapai tujuan tersebut, Ketua Delegasi Pemri mendorong agar negara-negara anggota ASEAN dapat berkolaborasi dan menunjukan fleksibilitasnya dalam menyelesaikan isu-isu bersama.
Selain itu, dalam Pertemuan, Andry menggarisbawahi moto ASEAN One Vision, One Identity, One Community yang membimbing negara-negara ASEAN terhadap keberhasilan kolaborasi bersama.
Salah satu keberhasilan ASEAN berupa penyelesaian atas Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana atau yang umumnya dikenal sebagai Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (MLAT).
Lebih lanjut, Andry menjelaskan bahwa, keberhasilan penyelesaian MLAT didorong oleh komitmen bersama dalam memperkuat upaya dan kapasitas negara-negara anggota ASEAN dalam memerangi kejahatan dan tantangan transnasional. Hal tersebut dilakukan melalui peningkatan kerja sama penegakan hukum dan bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana.
Sebagai tambahan, Andry menegaskan bahwa dalam mengatasi kejahatan transnasional dan menjamin keamanan regional, diperlukan peningkatan dalam pendekatan terpadu. Hal ini dapat didukung oleh penyelesaian AET yang kemudian dapat membuka jalan pembahasan ASEAN Member States Initiative on Transfer of Sentenced Persons (ACTSP).
Indonesia menyambut baik usulan terkait pemindahan orang yang dihukum atau ACTSP. Oleh karenanya, Indonesia memberikan apresiasi terhadap Filipina selaku negara yang merumuskan kerangka acuan ACTSP dan Malaysia sebagai co-proponent.
Terakhir, Andry mencatat keberhasilan penyelenggaraan pertemuan antara Menteri Kehakiman ASEAN dengan Jepang dalam ASEAN-Japan Special Meeting of Justice Minister (AJSMJ) dan pertemuan Menteri Kehakiman ASEAN-G7 di Tokyo pada Juli tahun lalu.
“Saat ini Indonesia menaruh perhatian dalam pengembangan kerja sama yang mendorong peningkatan kapasitas dalam pertukaran ahli di bidang hukum dan SDM, selaras dengan ASEAN-Japan Work Plan on Law and Justice,” tutup Andry. (ari)