telusur.co.id - Republik Islam Iran menegaskan sikap tegasnya: kekuatan militer dan pertahanan nasional tidak akan pernah menjadi bahan negosiasi. Pernyataan keras ini dilontarkan langsung oleh Jenderal Ali Mohammad Naeini, juru bicara Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), dalam peringatan satu tahun operasi militer Janji Sejati yang diluncurkan terhadap Israel pada April 2024.
“Keamanan nasional dan kekuatan militer adalah garis merah Republik Islam Iran. Dalam situasi apa pun, hal itu tidak akan menjadi subjek negosiasi,” tegas Naeini.
Jenderal Naeini memuji Operasi Janji Sejati I dan II sebagai bentuk nyata dari komitmen militer Iran dalam menjaga kedaulatan, kehormatan, dan kepentingan nasional. Operasi ini disebut sebagai perwujudan tekad serius Iran dalam menghadapi ancaman, khususnya dari Israel, yang oleh Teheran dianggap sebagai musuh utama.
Pernyataan IRGC ini muncul di tengah pembicaraan tak langsung antara Iran dan Amerika Serikat yang baru saja digelar di Oman. Meski menunjukkan kemajuan awal, kedua belah pihak sepakat bahwa isu yang dibahas murni seputar program nuklir.
Pembicaraan yang dipimpin oleh Menlu Iran Abbas Araqchi dan utusan khusus Presiden AS Steve Witkoff akan berlanjut dalam putaran berikutnya pada 19 April 2025.
“Negosiasi dengan AS hanya membahas program nuklir dan jaminan damai terkait penggunaannya,” tegas para diplomat Iran, membantah adanya pembahasan soal militer atau pertahanan.
Ketegangan kawasan masih tinggi, terutama sejak Iran secara terbuka menunjukkan kemampuannya dalam melancarkan serangan presisi terhadap Israel tahun lalu. IRGC kini memperkuat posisi politik dalam negeri dengan menegaskan bahwa apa pun hasil diplomasi, kekuatan militernya bukan untuk diperjualbelikan di meja negosiasi.
Dengan pernyataan ini, Iran mengirimkan pesan jelas ke dunia: "Kami bisa berdiplomasi, tapi kami juga siap berperang bila menyangkut kedaulatan."
Putaran diplomasi terus berjalan, tapi atmosfer kawasan tetap penuh bara.[iis/Tasnim]