telusur.co.id - Media Israel melaporkan bahwa Lebanon telah menjadi tempat paling aman di Timur Tengah bagi para pemimpin dan tokoh pejuang perlawanan berkat daya deterensi Hizbullah.
Dikutip Rai Alyoum, Minggu (4/9/23), Prof. Eyal Ziser dari Universitas Tel Aviv menyebutkan hal itu dalam wawancara dengan Channel 13 Israel terkait pertemuan baru-baru ini antara Sekjen Hizbullah Sayyid Hassan Nasrallah, Sekjen Gerakan Jihad Islam Ziad al-Nakhalah, dan Wakil Kepala Biro Politik Hamas Saleh al-Arouri di Lebanon.
Pewawancara di Channel 13 mengatakan bahwa pertemuan tersebut bertujuan memberi pesan kepada Israel: “Hati-hati, ada koordinasi harian, dan kami bangga akan hal ini.”
Senada dengan ini, Ziser mengatakan pesan yang ingin disampaikan oleh para tokoh perlawanan itu adalah bahwa “poros perlawanan kuat dan bersatu, dan ini tentunya merupakan pesan penting.”
“Koordinasi antara para pemimpin ini berarti bahwa ketika sebuah operasi terjadi di Temple Mount (Masjid Al-Aqsa), Yerusalem (Al-Quds), atau Tepi Barat, permasalahannya mungkin akan meluas ke Gaza dan mungkin ke Lebanon dan sebaliknya, dan ini adalah sesuatu yang kita saksikan dengan tenang,“ tambahnya.
Dia juga mengatakan bahwa para tokoh itu “melihat kelemahan Israel dan apa yang terjadi pada pemerintahan ini, dan hal ini mendorong mereka untuk terus menantang dan memprovokasi Israel, seperti yang terjadi di perbatasan utara, misalnya, dan karena itu harus ada kekhawatiran.”
Ziser menyebutkan tanggapan keras Sayyid Nasrallah terhadap ancaman Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bahwa Israel akan mengejar para pemimpin pejuang perlawanan di Gaza, Tepi Barat, dan di mana pun.
Tanggapan Sayyid Nasrallah saat itu ialah bahwa pihaknya tidak akan diam jika Israel nekat melakukan pembunuhan terhadap tokoh pejuang perlawanan dari negara manapun di wilayah Lebanon .
Pakar Israel tersebut menilai bahwa Hizbullah semula tak dapat mengambil posisi dan mendirikan tenda di wilayah pendudukan, namun sekarang mereka bisa melakukan semua itu.
Sayyid Nasrallah pada Sabtu lalu menerima Al-Nakhalah dan Al-Arouri, dan mengadakan pertemuan dengan mereka. Di situ mereka membicarakan perkembangan situasi terkini, terutama di Palestina pendudukan, dan menekankan koordinasi keamanan dan militer “untuk pengambilan keputusan yang tepat.” [Tp]