Jazilul Fawaid: Kalau Hukum Tak Berjalan, Jangan Bicara Demokrasi - Telusur

Jazilul Fawaid: Kalau Hukum Tak Berjalan, Jangan Bicara Demokrasi

Wakil Ketua MPR RI, Jazilul Fawaid. (Foto: telusur.co.id/Bambang Tri).

telusur.co.id - Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid mengatakan, yang terpenting dari demokrasi itu adalah Konstitusi dan hukum. Karenanya, kata dia, jangan sampai hukum dipermainkan. Menurutnya, kalau hukum dipermainkan, maka sudah tidak lagi demokrasi. 

Hal itu diungkapkan pria yang akrab disapa Gus Jazil itu dalam diskusi Empat Pilar dengan tema “Pemilu 2024, Mewujudkan Demokrasi Konstitusional yang Mempersatukan Bangsa”, di Media Center Parlemen, Senayan, Rabu (23/8/23).

"Kalau dari sisi sejarah jelas kita itu basisnya konstitusional. Bahkan era reformasi kita sudah ada Mahkamah konstitusi untuk menguji itu. Jadi ujungnya demokrasi itu adalah hukum, kalau hukum tidak berjalan maka jangan bicara demokrasi, jadi kalau hukum tidak adil jangan tanya demokrasi, pasti enggak ada juga di situ," kata Gus Jazil.

Politikus PKB itu mengungkapkan, hari ini kalau dikaitkan dengan pemilu, ada beberapa hal yang dianggap tidak adil dan ini menjadi koreksi dari kelompok masyarakat yakni terkait Presidential Threshold 20 persen. 

"Karena ini kan ingin demokrasi yang mempersatukan. Satu soal presidensial threshold ini dianggap tidak adil untuk sebagian, tapi karena saya yang buat ya saya anggap ini adil, makanya diuji di MK mental terus," ungkapnya.

Yang kedua, lanjut dia, soal mekanisme yang ada, dimana soal ini selalu berubah-ubah. Hari ini kita mengenal pemilu serentak, yang kaitannya dengan caleg itu soal aturan terbuka dan tertutup. 

"Itu juga menjadi soal, mana sebenarnya yang lebih demokratis. Dan dua sitem ini pernah dilakukan dan kemudian di MK (diputuskan) lebih bagus terbuka," terangnya.

"Artinya bisa jadi sama bagusnya, cuma cara penerapannya, cuma yang mendapatkan satu kritik yang sama. Kelihatannya pemilu yang langsung ini membuat fenomena politik transaksional itu makin tinggi, money politic utamanya, dan hampir ini tidak dianggap sebagai kejahatan politik. Money politic dianggap sebagai keharusan, tidak lagi dianggap sebagai pelanggaran," sambungnya.

Jadi, lanjut dia, pelaksanaan demokrasi hari ini sudah mulai tidak berbasis pada kultur Indonesia. 
Meski demikian, menurut Gus Jazil demokrasi itu sudah benar dianggap sebagai pilihan, tapi pelaksanaan dan budaya Indonesia masih belum menopang secara baik. 

"Demokrasi bebas, langsung, rahasia oleh rakyat seharusnya masyarakatnya itu ya pinter dulu, tingkat pendidikannya bagus, yang kedua tingkat ekonominya bagus, itu akan independen dia menentukan pilihannya," pungkasnya. [Tp]
 


Tinggalkan Komentar