telusur.co.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menanggapi pernyataan Presiden Prabowo Subianto mengenai koruptor semestinya dihukum penjara 50 tahun. Karena merugikan keuangan negara triliunan rupiah. 

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar menjelaskan pihaknya berada dalam tataran operasional. Shingga penegakan hukum akan mengacu regulasi saat ini.

“Jadi, harus dikembalikan kepada peraturan yang ada," kata Harli di Kantor Kejagung, Jakarta, Selasa (31/12/24).

Harli menyampaikan, untuk menjatuhkan pidana terhadap seseorang harus juga berlandaskan peraturan yang berlaku yakni Undang-Undang.

"Ya tentu Undang-Undang Tipikor (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi)," ucapnya. 

Menurut Harli, pemikiran Presiden tersebut dalam konteks pemikiran filosofis kemaslahatan.

"Selalu saya sampaikan, ya Presiden itu kepala negara. Pemikiran-pemikiran Presiden pemikiran filosofis, kemaslahatan," kata dia.

Sebelumnya, Presiden Prabowo dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) di Jakarta, Senin (30/12/24), mengkritik hakim-hakim yang menjatuhkan vonis ringan kepada koruptor. Terlebih jika potensi nilai kerugian negara akibat aksi rasuah itu mencapai ratusan triliun.

"Rakyat itu mengerti, rampok ratusan triliun vonisnya sekian (tahun)," kata Prabowo di hadapan jajaran petinggi kementerian/lembaga dan kepala daerah saat memberi pengarahan dalam Musrenbangnas.[Fhr]