telusur.co.id - Kementerian Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengusulkan pembentukan Undang-Undang Kebebasan Beragama untuk menanggapi meningkatnya diskriminasi terhadap kelompok beragama minoritas atau yang tidak termasuk dalam agama resmi yang diakui negara. Usulan ini bertujuan untuk mempertegas hak setiap warga negara untuk bebas beragama tanpa ada pengekangan.
Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, menyatakan bahwa Undang-Undang yang diusulkan bukanlah Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama, yang menurutnya justru memberi kesan menerima adanya pengekangan terhadap kebebasan beragama. "Undang-Undang Kebebasan Beragama, bukan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama. Jika kita menggunakan istilah perlindungan, itu seolah-olah kita menerima ketidakadilan dalam kebebasan beragama," tegas Pigai.
Pigai menekankan pentingnya undang-undang yang menegaskan hak setiap individu untuk memeluk agama atau kepercayaan apapun tanpa hambatan. "Negara tidak boleh menjustifikasi ketidakadilan dalam beragama. Oleh karena itu, kami mengusulkan Undang-Undang Kebebasan Beragama agar setiap anak bangsa dapat bebas memilih agama atau kepercayaan mereka," lanjutnya.
Walaupun demikian, usulan ini tidak serta merta diterima, Pigai mengakui bahwa wacana ini masih bisa diperdebatkan. “Silakan saja jika ada yang protes atau tidak setuju. Ini negara demokrasi, semua berhak menyampaikan pendapat," katanya, memberi ruang untuk diskusi lebih lanjut.
Usulan tersebut muncul di tengah penurunan indeks demokrasi Indonesia dalam laporan The Democracy Index 2024 yang dirilis oleh Economist Intelligence Unit (EIU). Pigai mengatakan bahwa pengusulan Undang-Undang Kebebasan Beragama juga bagian dari langkah proaktif Kementerian HAM untuk meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia.
Selain itu, Pigai menambahkan bahwa Kementerian HAM juga merekomendasikan revisi Peraturan Kapolri tentang ujaran kebencian dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) sebagai langkah untuk memperbaiki dan menguatkan demokrasi di tanah air.
Dengan wacana ini, Kemenkumham berharap pemerintah dapat memberi perhatian lebih pada kebebasan beragama, mendorong perubahan yang lebih inklusif dan adil untuk seluruh warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan agama.[iis]