telusur.co.id - Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Francine Widjojo, kembali mendesak pembatalan Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta Nomor 730 tahun 2024. Desakan ini disampaikan Francine, Selasa (18/2/2025), dalam audiensi Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) dengan Komisi B dan Komisi C di DPRD Provinsi DKI Jakarta.
Berdasarkan Kepgub 730/2024 itu, Perusahaan Daerah Air Minum (PAM) Jaya mulai mengenakan kenaikan tarif 71,3% sejak Januari 2025 kepada para penghuni apartemen dan kondominium. Kenaikan serupa dialami kelompok industri dan niaga, termasuk motel hingga hotel bintang 1-5.
Francine menilai Kepgub 730/2024 cacat formil karena sesuai aturan harus ada Kepgub di tahun 2023 yang mengatur tarif batas atas dan tarif batas bawah air minum PAM Jaya. “Tidak ada Kepgub yang mengatur tarif batas bawah dan atas untuk tahun 2024, hanya ada Kepgub tahun 2022 yang mengatur tarif batas atas dan tarif batas bawah untuk tahun 2023. Inipun tidak dicantumkan dalam bagian mengingat dan menimbang pada Kepgub 730/2024,” ungkap Francine.
Francine mengungkapkan, konsep batas bawah dan atas tarif PAM ini sama dengan konsep upah minimum yang menjadi landasan batas bawah upah pekerja pada aturan ketenagakerjaan.
Francine juga menyebut Kepgub 730/2024 cacat hukum karena beberapa masalah, di antaranya terdapat kesalahan klasifikasi pelanggan yang melanggar Permendagri 21/2020 dan Pergub 37/2024. Kepgub 730/2024 menggolongkan penghuni apartemen dan kondominium sebagai pelanggan komersial K III (industri/niaga) dan diharuskan membayar tarif penuh. “Padahal penghuni apartemen dan kondominium seharusnya masuk di K II untuk rumah tangga atau hunian yang membayar tarif dasar,” sesal Francine.
Kenaikan sebesar 71,3% menjadi Rp21.500 dari tarif semula Rp12.550 juga melanggar tarif batas atas air minum PAM Jaya yang berdasarkan rumus aturan seharusnya maksimal hanya Rp 20.269/m3. “Apalagi saat ini PAM Jaya baru memberikan layanan air bersih, bukan air minum,” tegas Francine.
Karena PAM Jaya baru memberikan layanan air bersih, Francine menegaskan adanya kekosongan hukum karena belum ada landasan hukum terkait tarif air bersih. “Karena UU SDA, PP 122/2015, Permendagri 21/2020, sampai Pergub hanya mengatur tarif air minum PAM Jaya dan sudah didefinisikan bahwa air minum adalah air yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum,” pungkas Francine. [ham]