telusur.co.id - Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mendukung usulan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Andi Widjajanto agar Indonesia membentuk Matra ke IV Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan menghadirkan Angkatan Siber (AS). Memperkuat tiga matra yang sudah ada, yakni Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU).
Mewujudkannya perlu amandemen kelima konstitusi untuk mengubah ketentuan pasal 30 ayat 3 UUD NRI Tahun 1945, sehingga TNI tidak hanya terdiri dari AD, AL, dan AU, melainkan ditambah dengan Angkatan Siber (AS). Singapura, Jerman, dan Tiongkok merupakan contoh negara yang telah membentuk Angkatan Siber sebagai matra tersendiri. Pasukan Siber Tiongkok diprediksi yang terbesar di dunia, mencapai 145 ribu personil.
"Singapura kabarnya membutuhkan waktu sekitar 7 tahun untuk mengupgrade kemampuan personel dari berbagai matra menjadi Angkatan Siber. Proyeksi Lemhannas, jika Indonesia memulai pembentukan Angkatan Siber tahun ini, dibutuhkan waktu sekitar 7-9 tahun untuk menjadikan Angkatan Siber sebagai matra tersendiri," ujar Bamsoet dalam Seminar Nasional Program Pendidikan Reguler Angkatan ke-65 (PPRA-LXV) Tahun 2023, diselenggarakan Lemhannas, di Jakarta, Selasa (22/8/23).
Bamsoet menjelaskan, gagasan Gubernur Lemhannas itu muncul karena ada kebutuhan untuk menjawab berbagai tantangan masa depan. Indonesia harus memiliki digital and intelligence service yang terintegrasi karena ada perubahan yang sangat signifikan di bidang pertahanan siber.
"Sebab, beberapa Kementerian atau Lembaga saat ini memiliki unit siber tersendiri. Kementerian Pertahanan dan TNI memiliki satuan siber. Di kepolisian juga sudah ada, BSSN ada satuan sibernya. Tapi semuanya berjalan sendiri-sendiri tidak terintegrasi. Harapan saya unit-unit yang tersebar itu nanti bisa berevolusi menjadi angkatan tersendiri seperti di Singapura dan negara-negara maju lainnya," ujar Bamsoet.
Turut hadir antara lain, Gubernur Lemhannas Andi Widjadjanto, Deputi IV Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan UMKM Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI Mohammad Rudy Salahuddin, Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN Kementerian Luar Negeri RI Berlianto Situngkir, serta Komisaris Utama Telkomsel sekaligus Kepala BRIN ke-1 dan Menteri Riset dan Teknologi RI ke-13 Bambang Brodjonegoro.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, untuk mengatasi berbagai permasalahan di dunia siber dan digital, Indonesia saat ini hanya memiliki dua Undang Undang (UU). Yakni, UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta UU No. 27/2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Indonesia perlu memiliki UU Keamanan dan Ketahanan Siber Nasional.
"Mengingat sepanjang tahun 2021 saja, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat setidaknya ada 1,6 miliar anomali trafik atau serangan siber yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Termasuk ratusan hingga ribuan potensi serangan siber yang ditujukan kepada Ring-1 Istana Negara. Tidak hanya dari serangan siber melalui malware, BSSN juga mendeteksi anomali sinyal elektromagnetik yang berasal dari sekitar lokasi Istana Negara terhadap Ring-1 Istana Negara," jelas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, penguatan siber dan digital nasional merupakan kunci agar Indonesia yang saat ini memegang Keketuaan ASEAN 2023 dapat menjadi pionir mengembangkan konektivitas Digital ASEAN untuk memperkuat epicentrum of growth.
Terlebih potensi ASEAN sangat besar, salah satunya terlihat dari hasil kajian Google, Temasek, Bain and Company, dalam laporan e-Conomy South East Asia 2020, yang memproyeksikan perkembangan ekonomi digital di kawasan ASEAN meningkat setiap tahun.
"Kondisi serupa juga terjadi di Indonesia, yang diproyeksikan mengalami peningkatan sebesar USD 130 miliar pada 2025, dengan e-commerce sebagai pendorong utama. Pada tahun 2022 lalu, ekonomi digital Indonesia dinilai mencapai USD 77 miliar, tertinggi di kawasan ASEAN," terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI ini menambahkan, dalam konteks konektivitas kawasan ASEAN, Presiden Joko Widodo dalam KTT ASEAN ke-42 di Labuan Bajo telah menekankan perlu adanya penyelarasan kebijakan keuangan kawasan untuk memperkuat stabilitas keuangan kawasan. Salah satu bentuk konkritnya yakni mendorong transaksi menggunakan mata uang lokal beberapa negara ASEAN, dan konektivitas pembayaran digital antar negara dengan teknologi QR-Code (Q-RIS level ASEAN).
"Untuk menguatkan konektifitas digital ASEAN, Indonesia terlebih dahulu harus menjadi contoh dengan memperlihatkan konektivitas digital di dalam negeri yang kuat. Karena itu, berbagai upaya pemerintah melalui Kementerian Kominfo dalam pembangunan infrastruktur digital guna menyambungkan Indonesia, patut didukung. Sehingga bisa mengatasi isu kesenjangan digital dan memastikan transformasi digital memberikan manfaat bagi semua segmen masyarakat, termasuk komunitas pedesaan dan di daerah 3T, tertinggal, terdepan, terluar," pungkas Bamsoet.