telusur.co.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak segera mengumumkan status tersangka Ketua DPD Partai Demokrat Sumatera Utara (Sumut) Lokot Nasution. Lokot diduga terlibat dalam kasus korupsi proyek pembangunan dan perbaikan rel kereta api di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi di Direktorat Jenderal Kereta Api (DJKA) Kementerian Perhubungan tahun anggaran 2021-2022.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakkir, mengatakan KPK harus bekerja secara profesional dalam penetapan seorang tersangka. Pasalnya, publik memiliki hak untuk mengetahui proses hukum yang dilakukan oleh KPK, apalagi hal tersebut terkait dengan penyelenggara negara.
"Kalau KPK profesional maka tanggung jawabnya ke publik. Publik punya hak untuk mendapatkan informasinya. Jangan ditutup (jika sudah tersangka)," kata Mudzakkir dalam keterangannya, Kamis (15/8/24).
Ditegaskan Mudzakkir, penyelenggara negara yang menerima suap harus segera diproses secara hukum. Terlebih, dugaan Lokot menerima suap sebelumnya sudah terungkap dalam putusan pengadilan terhadap mantan Direktur PT Putra Kharisma Sejahtera, Zufikar Fahmi.
Zulfikar dalam vonisnya mengakui memberikan uang suap sebesar Rp9,3 miliar kepada sejumlah penyelenggara negara, termasuk Lokot. Lokot kala itu menjabat sebagai PPK Satker Lampung dalam kurun waktu Januari 2012 hingga April 2023.
"Karena penyelenggara negara harus diproses," ucap Mudzakkir.
KPK memiliki tanggung jawab kepada publik, oleh karena itu, jika lembaga antirasuah itu sudah menetapkan Lokot sebagai tersangka, maka KPK harus segera mengumumkannya ke publik.
"Maka kalau ada penetapan tersangka publik harus tahu. Jangan sampai simsalabim sudah putusan nantinya. Jadi kalau sudah ada pejabat terima suap dan diproses ya publik harus tahu," tuturnya.
Senada, pengamat hukum Bob Simbolon menyampaikan, penyelenggara negara yang diduga menerima suap merupakan elemen terpenting untuk ditetapkan sebagai tersangka dalam penanganan perkara korupsi.
Menurutnya, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah menyatakan secara jelas ihwal larangan bagi penyelenggara negara melakukan korupsi, menerima suap atau gratifikasi, dan memeras.
Oleh karena itu, sambung Bob, KPK harus segera menetapkan dan mengumumkan deretan penyelenggara negara yang diduga menerima suap dalam kasus korupsi DJKA Kemenhub sebagai tersangka.
"Penyelenggara negara jika sudah dinyatakan menerima suap, apalagi namanya itu disebutkan di dalam putusan pengadilan maka harus dikejar, diperiksa, dan ditetapkan sebagai tersangka kalau terbukti. Segera umumkan juga sebagai tersangka, jangan diulur-ulur proses hukumnya," katanya.
Diketahui, KPK masih belum memberikan respons ihwal kabar status tersangka Lokot. KPK hanya menyampaikan membuka kemungkinan untuk memeriksa kembali Lokot dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dan perbaikan rel kereta api di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi di DJKA Kemenhub tahun anggaran 2021-2022.
Sebelumnya, Zulfikar dalam vonisnya mengakui memberikan uang suap sebesar Rp9,3 miliar kepada sejumlah orang dalam kurun waktu Januari 2012 hingga April 2023. Mereka antara lain PPK Satker Makassar, Henry Hidayat hingga Lokot.
Dalam kasus ini, Lokot sebelumnya sudah pernah diperiksa KPK sebagai saksi pada akhir Februari 2024 silam.
Lokot diperiksa sebagai saksi dalam kapasitas sebagai PPK dalam Paket Pekerjaan Pekerjaan Penanganan Amblesan Jalan KA di KM.114+500-KM.115+000 antara Cempaka-Negararatu Lintas Tarahan-Tanjung Enim dan Paket Pekerjaan Pembangunan Drainase Beton di Jalur Double Track KM.165+949-KM.171+949 antara Cempaka-Giham Lintas Tarahan-Tanjung Enim dan PPK pada Satker Lampung.
"Peluang (memeriksa lagi Lokot) selalu ada selama ada petunjuk dan alat bukti yang mendukung," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika kepada wartawan pada Kamis, 8 Agustus 2024.
Zulfikar sendiri sudah divonis bersalah dan dihukum empat tahun penjara. Namun, Lokot dan sejumlah nama lainnya yang disebut sebagai penerima suap dari Zulfikar belum ditetapkan sebagai tersangka hingga sekarang.
KPK membongkar kasus dugaan korupsi di DJKA Kemenhub melalui OTT pada April 2023 lalu. Saat itu, lembaga antirasuah langsung menetapkan 10 orang tersangka dan melakukan penahanan terkait dengan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dan perbaikan rel kereta api di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.
Sebanyak enam tersangka berperan sebagai penerima suap. Yakni Direktur Prasarana Perkeretaapian Harno Trimadi; PPK BTP Jabagteng Bernard Hasibuan; Kepala BTP Jabagteng Putu Sumarjaya; PPK BPKA Sulsel Achmad Affandi; PPK Perawatan Prasarana Perkeretaapian Fadliansyah; dan PPK BTP Jabagbar Syntho Pirjani Hutabarat.
Sedangkan empat tersangka selaku pemberi suap yaitu Direktur PT Istana Putra Agung Dion Renato Sugiarto; Direktur PT Dwifarita Fajarkharisma Muchamad Hikmat; Direktur PT KA Manajemen Properti sampai dengan Februari 2023 Yoseph Ibrahim; dan VP PT KA Manajemen Properti Parjono.
Mereka sudah diadili dan dijatuhi hukuman oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Dalam pengembangannya, KPK telah menetapkan lebih dari sepuluh tersangka lagi dalam kasus suap terkait jalur kereta api di lingkungan DJKA Kemenhub. (Ts)