telusur.co.id - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menyerukan peningkatan peran masyarakat dan penegak hukum dalam menanggulangi kekerasan terhadap perempuan dan anak. Ia menegaskan bahwa perlindungan warga negara tidak cukup hanya dengan kehadiran undang-undang, tapi harus diiringi keseriusan dalam pelaksanaan dan penegakan hukum. “Ancaman kekerasan terhadap perempuan dan anak masih terus terjadi, meski berbagai aturan telah diberlakukan. Artinya, implementasi dan kesadaran kita masih lemah,” kata Lestari dalam pernyataan tertulisnya, Senin (9/6).
Berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024 dan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2024), satu dari empat perempuan dan satu dari dua anak di Indonesia pernah mengalami kekerasan. Angka ini menunjukkan bahwa kasus kekerasan masih menjadi masalah struktural yang harus ditangani secara serius oleh semua pihak.
Rerie sapaan akrab Lestari menilai bahwa pemahaman masyarakat terhadap bentuk-bentuk kekerasan masih minim, terutama di daerah. Ia mendorong agar edukasi tentang kekerasan tidak hanya dilakukan di kota besar, tetapi juga hingga ke desa-desa, agar pencegahan bisa dimulai dari lingkungan terkecil. “Kalau masyarakat tidak paham apa itu kekerasan verbal, fisik, maupun seksual, maka mereka tidak tahu kapan harus melapor atau bahkan tak sadar menjadi korban,” ujarnya.
Politisi Partai NasDem itu juga mengingatkan aparat penegak hukum untuk meningkatkan kepekaan dan responsif terhadap kasus kekerasan, termasuk dalam menegakkan aturan yang sudah ada. Ia menilai lemahnya penegakan hukum membuat para pelaku merasa tak jera, dan korban kerap tidak mendapatkan keadilan. “Kita punya banyak regulasi. Tapi jika aparat tak serius, atau korban malah disalahkan, ya sama saja. Harus ada keseriusan dari hulu ke hilir,” tegas Lestari, yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah.
Menurutnya, perlindungan terhadap perempuan dan anak tidak bisa berjalan sendiri. Diperlukan kolaborasi antarlembaga, termasuk kementerian, aparat keamanan, lembaga pendidikan, organisasi masyarakat, dan media. “Ini bukan cuma soal hukum, tapi juga soal budaya, pendidikan, dan sistem sosial. Kalau tidak dikerjakan bersama, kasus kekerasan hanya akan terus bertambah dari tahun ke tahun.”.[]