telusur.co.id - Melonjaknya harta kekayaan Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani, Yustinus Prastowo, yang mencapai Rp 19,3 miliar, menjadi sorotan. Total kekayaan Prastowo diungkit setelah viralnya kasus eks pejabat di Ditjen Pajak, Rafael Alun Sambodo yang punya harta Rp 56 miliar.
Awalnya, akun twitter @Hasbil_Lbs membandingkan harta milik Prastowo pada 2011 dengan 2021. Dari tangkap layar situs e-lhkpn, harta Prastowo per 22 Juni 2011 tercatat Rp 879 juta.
Kemudian, 27 April 2021, Prastowo melaporkan harta kekayaannya sebesar Rp 19,30 miliar. Hal inilah yang kemudian dipertanyakan akun @Hasbil_Lbs
Terkait itu, pengamat kebijakan publik dari Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie menilai, kenaikan harta kekayaan Yustinus Prastowo yang tercatat pada LHKPN, yang mulanya di tahun 2011 hanya Rp 879 juta menjadi Rp 19,3 miliar pada 2021, memang tidak wajar.
Padahal, laporan LHKPN harus jujur melaporkan data kekayaan mereka, baik yang bergerak dan tak bergerak.
"Kalau aset sudah melebihi gaji dan tunjangan, maka KPK perlu telusuri asal muasal aset-aset mereka,” ujar Jerry kepada wartawan, Minggu (26/2/23).
Menurut Jerry, di Kementerian Keuangan, sektor paling rentan yang bisa dimainkan adalah sektor perpajakan. Karena, perpajakan erat kaitannya dengan pemasukan negara dari usaha banyak perusahaan.
"Saya pikir mereka sangat rentan manipulasi data pajak para pelanggar pajak bahkan banyak perusahan besar yang menghindar pajak,” tutur Jerry.
Jerry menilai, selama ini tak ada pengawasan serius dari petinggi pajak." Jadi bisa saja ada banyak terjadi skandal pajak,” ucapnya.
Karena itu, Jerry heran jika tiba-tiba muncul polemik kenaikan harta kekayaan Stafsus Menkeu di publik, bahkan tersebar di media sosial (Medsos).
“Mengapa baru kali ini terbuka ke publik, dan Menteri Sri Mulyani tak tahu-menahu soal aset pegawainya yang mencapai puluhan miliar?” tukas Jerry.
Sebelumnya, Stafsus Menkeu Yustinus Prastowo menjelaskan bahwa dirinya telah keluar dari PNS Kementerian Keuangan sejak 2010, dan baru disetujui 2011.
"Sejak 2011 saya bukan PNS. Lalu saya bekerja di private sektor hingga membuka kantor. April 2020 saya menjadi Stafsus Menkeu, maka kembali melapor LHKPN yang harus saya isi dengan jujur sesuai fakta," kata Prastowo lewat akun twitter pribadinya.
Prastowo juga menerangkan soal melonjaknya hartanya pada 2021. Ia menyebut basis LHKPN adalah harta, tidak hanya berdasarkan pendapatan.
"Nah, kembali ke LHKPN, kok lonjakannya dahsyat? Begini: basis LHKPN itu harta bukan hanya income. Harta itu kumulatif dan nilai terkini. Jadi kalau kita punya tanah tahun 2010 harga Rp 100 juta, bisa jadi di 2020 nilainya Rp 1 miliar. Emas juga demikian, termasuk saham," tutur Prastowo
Ia menyebut kenaikan nilai hartanya dalam 10 tahun sah dan halal. Prastowo juga memastikan telah membayarkan kewajiban pajak sesuai aturan.
"Jadi kenaikan nilai harta saya itu apa adanya. Akumulasi penghasilan selama 10 tahun dan revaluasi tanah/bangunan sesuai nilai pasar. Seluruh penghasilan saya sah dan halal, saya laporkan di SPT dan saya bayar seluruh pajaknya. Saya ikut seluruh program pemerintah yang ada," kata Prastowo. [Fhr]